Senin, 15 Desember 2014


PEMBAHASAN

2.1.      Runtuhnya Dominasi Kolonial Belanda
Di indonesia telah timbul pergerakan rakyat yang pada umumnya mendapat sifat pergerakan persatuan dan kemerdekaan indonesia yang tegas, tidak dengan ragu-ragu.
Pada akhirnya terbentuklah perpusatan-perpusatan yang menunjukan bahwa tidak saja dalam hal rohani tercapai kemajuan besar, akan tetap juga dalam bentuknya pergerakan ini kemajuan besar tidak boleh disangkal. Terutama jika diingat bahwa satu dan lain baru 35 tahun tumbuh hidupnya dan rintangan dari pihak Pemerintah jajahan besar adanya. Akan tetapi tujuan satu dan perpusatan telah tercapai, pergerakan ini masih berjenis-jenis sekali adanya, yaitu menurut faham tentang sikap pemerintah (kooperasi atau non kooperasi), menurut agama (Islam, Netral, Kristen), menurut pengikutnya (laki-laki, perempuan, pemuda, pemudi), menurut golongan bangsa (Indonesia seumumnya atau sebagian saja dari ini). Apalagi semuanya ini (yang seperti telah tercatat, pada umumnya mempunyai cita-cita tertinggi satu, yaitu persatuan dan kemerdekaan) bisa dibagi pula menurut faham tentang apa yang telah bisa diubah dalam keadaan Hindia Belanda dengan serentak, jadi tidak dengan menunggu-nunggu lagi.
2.1.1.      Keadaan negara Indonesia sampai tahun 1942
Dalam Lingkungan kerajaan Belanda negara Indonesia dalam teorinya mempunyai kedudukan yang telah tersendiri (zelfstandig):
1.      Hindia Belanda mempunyai alat-alat pemerintahan (Pemerintahan dan Volksraad) sendiri dan keuangan sendiri; adalah badan hukum (rechtsperson) yang mempunyai kebendaan sendiri dan bisa mengambil utang sendiri,
2.      Dalam Undang-Undang Dasar (grondwet) negeri Belanda, Hindia Belanda diakui bagian kerajaan Belanda sejajar dengan “bagian yang di Eropa,” Suriname dan Curacao.
     Akan tetapi dalam prakteknya pendirian sendiri ini Cuma sedikit adanya. Kenyataannya Gubernur Jenderal, anggota-anggota Raad Van Indie dan lain-lain, pegawai yang penting sekali kedudukannya, diangkat dan dipecat oleh Pemerintah ”bagian yang di Eropa” (Negeri Belanda). Anggaran belanja negara Indonesia yang dibikin disini, mesti sebagai “wet”- ditetapkan oleh Pemerintah dan perlemen negeri Belanda, (dalam parlemen itu dijabat wakil-wakil rakyat Belanda saja). Peraturan-peraturan penting (ordonnantie yang dibuat oleh Pemerintah Volksraad disini mesti ditetapkan juga oleh Pemerintah dan Parlemen Belanda. Alat-alat pemerintahan di negeri Belanda juga berhak menunda atau menghapuskan aturan-aturan berupa ordonanties (G.D. dengan Volksraad) atau regeringsverordeningen.
Dan Gubernur-gubernur Jenderal yang bertanggung jawab kepada raja (Menteri jajahan), harus tunduk dengan perintah-perintah dari Menteri jajahan itu. Jadi di Pemerintah biasa dari “bagian yang di Eropa” itu adalah Pemerintah tinggi untuk Indonesia, bahkan dalam urusan ke dalam negeri.
Oleh karena itu, sebetulnya Indonesia sama sekali tidak sejajar, akan tetapi berupa tanah jajahan. Indonesia tidak mempunyai kedudukan internasional sendiri.
Gubernur Jendral yang melakukan pemerintahan seorang diri harus orang Belanda; dari Direktur departemen-departemen hanya 1 dari 8 yang bangsa Indonesia; juga pangkat tinggi kebanyakan dijabat orang Belanda.
Bentuk Volksraad(50% bangsa Indonesia) mempunyai kuasa turut-serta dalam pemerintahan, akan tetapi bila ada perselisihan antara Gubernur Jendral dan Volksraad, Pemeritah dan Parlemen negeri Belanda yang memutuskan. Juga dalam administrasi umum pengaruh belanda yang kuat sebab pangkat-pangkat tinggi dipegang bangsa Belanda.
2.2.       Perang Pasifik Pecah
     Pada tanggal 8 desember 1941 waktu Jepang (7 Desember 1941 waktu Amerika) Angkatan Perang Kerajaan dari Nippon atau Jepang secara mendadak menyerang Pearl Harbour di Kepulauan Hawai, yang pada waktu itu menjadi pusat kekuatan Angkatan Laut Amerika Serikat untuk kawasan Samudra Pasifik. Serangan yang mendadak tersebut sangat mengejutkan pihak Amerika Serikat di Hawai maupun di Washington.Sebab pada saat itu, di Washington sedang ada perundingan antara Duta Besar Jepang untukAmerika Serikat,Kichisaburo Nomura dan Duta Khusus Jepang, Saburo Kurusu, dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Cordell Hull. Serangan tersebut dipimpin oleh Laksamana Isoroku Yamamoto (1884-1943) itu membuka tabir peperangan baru di kawasan Asia Timur dan kawasan Samudra Pasifik.
Hindia Belanda segera terlibat di dalam peperangan yang dashyat itu.Pada tanggal 8 Desember 1941 sekitar jam 07.00 pagi waktu jawa, Gubernur Jendral Hindia Belanda A.W.L Tjarda van Starkenborgh Stachouwer memaklumkan perang kepada Jepang. Hindia Belanda pada waktu itu termasuk didalam apa yang dikenal dengan sebutan front ABCD, yang terdiri dari Amerika Serikat, Inggris, Cina, dan Belanda seluruh kawasan Asia Timur, Asia Tenggara dan Samudra Pasifik tenggelam di dalam lautan api peperangan yang teramat dashyat.
Dalam waktu yang sangat singkat Angkatan Perang Jepang telah dapat merebut dan menduduki hampir seluruh wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Angkatan Perang Jepang melakukan perang kilat (blitzkrieg). Dalam waktu yang cukup singkat hampir seluruh benteng pertahanan Sekutu di Pasifik dan Asia Timur dapat dilumpuhkan dan hancur.
Pada tanggal 26 Desember 1941 pertahanan tentara Inggris di Hongkong dilumpuhkan dan kota pelabuhan Inggris di Timur jatuh ke tangan Jepang. Pada tanggal 15 Februari 1942, Singapura pun jatuh ke tangan Jepang. Pada tanggal 22 Februari 1942, Jendral Douglas Mac Arthur diperintahkan  oleh Presiden AS Franklin Delano Roosevelt untuk memindahkan markas besarnya ke Australia. Jendral Sir Archibald Wavell dari Inggrid memimpin tentara sekutu di Timur Jauh yaitu  ABDACOM (American-British-Ducth-Australian Command) dan bermarkas di Lembang, dekat Bandung. Letnan Jendral H.Ter Poorten diangkat sebagai Panglima tentara Hindia Belanda, yang dinamakan Koninklijk Nederlands Indische Leger (KNIL) tidak dapat mempertahankan Hindia Belanda, maka Jendral Wavell pergi ke Colombo pada tanggal 25 Februari 1942
Salah satu factor yang sangat kuat mendorong Jepang untuk melancarkan serangannya kea rah selatan ialah adanya sumber-sumber minyak bumi di selatan untuk memenuhi kebutuhan Angkatan Perang Jepang dan segera menguasai daerah-daerah sumber minyak Indonesia. Pada tanggal 11 Januari 1942 mendaratlah mereka di Pulau Tarakan, Kalimantan Timur. Keesokan harinya, pemimpin pasukan Belanda di Pulau Tarakan menyerah. Pada tanggal 14 Februari 1942 giliran Palembang diserang dan tanggal 16 Februari 1942, telah menduduki Sumatra Selatan. Maka Jepang telah berhasil merebut sumber-sumber minyak di Indonesia.
Pada tanggal 24 Januari 1942 terjadi pertempuran laut di Selat Makasar, dan pada tanggal 27 Februari 1942 terjadi pertempuran laut di Laut Jawa. Dan Angkatan perang Jepang dapat melumpuhkan Angkatan perang Sekutu. Dan memusatkan perhatiannya kepada Pulau Jawa sebagai pusat kekuataan Angkatan perang Sekutu di Hindia Belanda. Sebenarnya pemerintah Belanda merencakan siasat perang gerilya melawan Angkatan Perang Jepang. Namun siasat tersebut tidak berhasil. Karena rakyat Indonesia tidak senang dan benci.
Pada masa akhir pemerintahan Hindia Belanda, perasaan anti Belanda semakin meluas di kalangan rakyat Indonesia. Terutama di Pulau Jawa, rakyat sudah lama mengenal adanya ramalan Jayabay. Mereka menyambut senang tiap kemenangan Jepang. Pada tanggal 1 Maret 1942, tentara keenam belas Jepang yang dipimpin oleh Letnan Jendral Hitoshi Imamura berhasil mendarat di Pulau Jawa di 3 tempat yaitu: di Teluk Banten(Jawa Barat), di Eretan Wetan(Jawa Barat) dan di Kragan(Jawa Tengah).
Pada tanggal 8 Maret 1942 Letnan Jendral H.Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda dan atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia mengumumkan pernyataan menyerah tanpa syarat kepada Angkatan Perang Jepang yang dipimpin oleh Letnan Hitoshi Imamura. Penyerahan tentara  belanda berlangsung di Kalijati, Jawa Barat, yang dihadiri pula oleh Gubernur JendralHindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Maka berakhirlah pemerintahan penjajahan bangsa Belanda di Indonesia digantikan oleh pendudukan bangsa Jepang.

2.3.       Awal Pendudukan Tentara Jepang
Mula-mula kedatangan tentara Jepang disambut dengan gembira dan diterima dengan tangan terbuka oleh rakyat Indonesia yang merindukan kemerdekaan tanah airnya. Apalagi karena tentara Jepang pandai mengumbar janji dan memberi harapan kepada rakyat Indonesia yang mendambakan kemerdekaan dan kebebasan negerinya.
Namun mengusir orang-orang Belanda dari Indonesia bukanlah dengan ikhlas. Tetapi karena Indonesia memiliki banyak sumber bahan mentah yang diperlukan tentara Jepang untuk menopang usaha perangnya. Seperti minyak bumi, timah, nikel, batu bata, dan sebagainya. Dan Minyak Bumi merupakan salah satu factor pendorong yang kuat bagi Jepang untuk melancarkan Perang Pasifik atau perang Asia Timur Raya. Selain itu, Jepang juga memerluakan bahan-bahan pangan dan tenaga-tenaga manusia seperti heiho (pembantu prajurit), keibidan (pembantu polisi), seinendan (berisan pemuda) dan lain-lain.
Untuk keberhasilan pendekatan mereka, tentara Jepang melancarkan propaganda yang sifatnya menarik perhatian bangsa Undonesia. Seperti membiarkan lagu Indonesia Raya berkumandang lewat pemancar-pemancar radio. Dan juga melarang mempergunakan bahasa Belanda dimana dan kapan saja. Dan membuat bahasa Indonesia bias berkembang pesat. Juga mengizinkan pengibaran bendera Sang Merah Putih. Akibat ketiga atribut rakyat Indonesia yang akan merdeka dan berdaulat itu diperkenankan oleh Tentara Jepang, maka rakyat Indonesia senang dengan kedatangan Jepang. Tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia ingin memperoleh manfaat dari kerjasama dengan Tentara jepang untuk kepentingan cita-cita kemerdekaan Indonesia.
Pada masa peralihan kekuasaan kepada tentara jepang di Indonesia terdapat 3 daerah pendudukan militer Jepang, yaitu:
1.      Pemerintah pendudukan militer Angkatan Darat, atau disebut Rikugun, dari Tentara Kedua Puluh Lima untuk Sumatra, yang berpusat di BukitTinggi.
2.      Pemerintah pendudukan militer Angkatan Darat (Rikugun) dari Tentara Keenam Belas yang berpusat di Jakarta untuk Pulau Jawa dan Madura.
3.      Pemerintah pendudukan militer Angkatan Laut (Kaigun) dari Armada Selatan Kedua untuk daerah-daerah yang meliputi Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil terdiri dari Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kepulauan Maluku yang berpusat di Makasar(Ujung Pandang sekarang).

Jepang Membutuhkan Kerja sama dengan Bangsa Indonesia
     Untuk dapat mensukseskan usaha perangnya, tentara Jepang sangat giat menyebarkan propaganda. Gerakan yang dilakukan oleh tentara Jepang untuk mengiatkan usaha perangnya di Indonesia, dipelopori oleh Bagian Propaganda Tentara jepang yang terkenal dengan sebutan Sendenbu. Tokoh Jepang yang terkenal dalam gerakan ini ialah Shimizu Hitoshi. Sebagai ketua gerakan yang disponsori oleh Bagian Propaganda Tentara Jepang diangkatlah Mr.Syamsuddin yang dibantu oleh Bagian Propaganda Tentara Jepang diangkatlah Mr.Syamsuddin, yang dibantu oleh tokoh-tokoh Parindra lainnya seperti K.Sutan Pamuncak dan Mohammad Saleh. Gerakan ini terkenal dengan nama Gerakan Tiga A, artinya Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan jepag Cahay Asia.
Namun gerakan ini berlangsung sebentar, karena dianggap kurang berhasil mengambil hati rakyat Indonesia untuk mendukung usaha perang tentara Jepang. Maka diganti dengan PUTERA, kependekan dari Pusat Tenaga Rakyat, Organisasi baru ini dipimpin oleh tokoh-tokoh yang lebih dikenal rakyat dengan sebutan empat serangkai, yaitu Soekarno, Moh.Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur.
Dalam organisasi ini lahir kepentingan tentara Jepang dan kepentingan bangsa Indonesia sejajar dan berjalan bersama. Bagi Jepang, Putera diharapkan sebgai wadah penggalang potensi rakyat Indonesia untuk membantu usaha perang Jepang. Sebaliknya, Soekarno, dkk berusaha memanfaatkan Putera sebgai tempat menggelorakan semangat kemerdekaan di rakyat. Jepang tetap membatasi gerakan Putera, karena khawatir akan menjadi boomerang bagi Jepang.
Jepang melihat bahwa Putera lebih banyak member keuntungan kepada usaha-usaha persiapan kemerdekaan Indonesia daripada kepentingan pihak mereka melangsungkan Perang Pasifik. Dengan kenyataan itu, jepang tidak puas dengan Putera. Maka mendirikan Jawa Hokokai, yang diharapkan bias membantu usaha perang mereka.
Di daerah Kaigun, terutama di Sulawesi Selatan, dikenal gerakan Sumber Darah Rakyat, yang disingkat Sudara atau Kenkaku Dosi. Untuk mengobarkan semngat rakyat di Sulawesi Selatan, Bung Karno dengan didampingi oleh Mr. Ahmad Subardjo, dan Mr.Sumanang, sengaja dating ke Makasar untuk berpidato di sebuah rapat umum.
Selain usaha-usaha diatastersebut ada sebuah usaha lagi dari Jepang yaitu memperhatikan kepentingan golongan Islam. Golongan Islam dalam pandangan mereka lebih anti-Barat, karena golongan Islam menganggap orang Belanda sebagai orang kafir. Namun para pemimpin dan kaum pergerakan lebih banyak mengenyam pendidikan umum yang lebih berorientasi ke Barat.
Mula-mula Jepang memilih MIAI atau Majelis Islam A’la Indonesia sebagai gerakan umat Islam Indonesia yang didirikan oleh K.H. Mas Mansur. Namun menurut Jepang organisasi ini kurang bergelora. Sehingga pada Oktober 1943 secara resmi dibubarkan, lalu diganti dengan organisasi baru yaitu Majelis Syura Muslimin Indonesia, disingkat Masyumi. Namun baru diresmikan pada tanggal 22 November 1943, sebagai Ketua dipilih K.H Hasyim Asy’ari, dibantu oleh K.H mas Mansur, K.H Farid Ma’ruf dll.
Namun orang islam Indonesia lebih membenci orang Jepang karena menganggap mereka orang kafir majusi atau tidak berkitab. Karena menyembah api, selain itu kebiasaan mereka selama di Indonesia seperti memakai cawat dimuka umum, sering mabuk karena minum sake, dan yang paling dibenci yaitu upacara saikeirei, yakni memberi hormat kepada Tenno Heika (Kaisar Jepang) dengan cara menundukkan kepala ke arah Tokyo, ibukota Kerajaan Jepang. Hal ini dianggap syirik-perbuatan menyembah berhala.
Di pihak lain, kaum pergerakan nasional dan pemimpin-pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia memimpin rakyat Indonesia untuk mempergunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya guna mempersiapkan diri secara mental spiritual, dan juga teknis-fisik-militer dalam menghadapi perjuangan kemerdekaan. Golongan pemuda juga mendapat perhatian khusus tentara Jepang.
Pada akhir tahun 1942 keadaan peperangan mulai berbalik. Menjelang awal tahun 1943, Jepang menjadi bersifat ofensif ke sifat defensifatau bertahan. Sebaliknya Angkatan Perang Sekutu, terutama AS yang telah pulih dari kelumpuhan dari serangan mendadak pihak Jepang.
Untuk membuat kubu-kubu pertahanan, lubang-lubang perlindungan, lapangan-lapangan udara, dll, tentara Jepang membutuhkan tenaga-tenaga kasar. Tenaga kasar dikenal dengan nama romusha. Mula-mula tenaga-tenaga diambil dari para penganggur yang memang membutuhkan pekerjaan. Namun lama-lama tugas itu berubah menjadi paksaan. Dan mengerahkan tenaga-tenaga kaum tani dari desa-desa, terutama dari Jawa. Dan menyebabkan kehidupan para petani menjadi parah dan memprihatinkan.
Karena keadaan peperangan semakin gawat bagi Jepang, maka tentara Jepang membuka kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang yang disebut Heiho; baik untuk Angkatan Darat (Rikugun-heiho), maupun untuk Angkatan Laut (Kaigun-Heiho). Dan dikirim ke medan tempur seperti Irian, Morotai, dll.
Selain itu tentara Jepang membuka pula kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk tugas intelijen. Tugas ini diserahkan kepada Seksi Khusus Tentara Keenam Belas yang disebut Tokubetsu Han dan dikenal sebagai Beppan. Bagian ini dipimpin oleh seorang letnan yang kemudian menjadi kapten, yaitu Kapten Yanagama. Dia seorang Jepang yang bersimpati kepada perjuangan rakyat Indonesia untuk merdeka. Setelah Indonesia merseka ia menjadi warga negara Indonesia. Pemuda-pemuda Indonesia itu dilatih di sebuah tempat latihan yang disebut Seinen Dojo. Tempatnya di Tanggerang.
Latihan-latihan militer lainnya, ialah latihan keibodan atau barisan pembantu polisi, seinendan atau barisan pemuda. Hampir di setiap desa dibentuk keibodan dibawah pimpinan kepolisian untuk membantu memlihara keamanan dan untuk keperluan pertahanan sipil.

Pembentukan Tentara Peta
Pembentukan Jawa Kiodo Bo Ei Giyugun atau pasukan suka rela pembela tanah Jawa yang kemudian lebih di kenal sebagai  tentara Pembela Tanah Air, di singkat Peta, prosedurnya diatur sedemikian rupa seolah-olah di bentuk atas kehendak serta permohonan bangsa Indonesia sendiri. Sesungguhnya disini telah bertemu dua kepentingan yang searah jalannya. Jepang sangat membutuhkan tenaga bangsa Indonesia untuk membantu tentara Jepang  mempertahankan Indonesia dari serangan sekutu. Sedangkan pihak Indonesia membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil di bidang kemiliteran yang kelak dapat dipergunakan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Maka di buatlah sandiwara seakan-akan pihak Indonesia yang mendesak pihak Jepang.
Pada tanggal 7 September 1943 Gatot Mangkupraja, seorang tokoh dan pemimpin gerakan nasional yang cukup terkenal, mengajukan permohonan kepada pimpinan tentara Jepang agar di bentuk sebuah barisan suka rela pembela tanah air, yang segenap anggotanya terdiri dari orang-orang Indonesia sendiri. Permohonan tersebut segera dikabulkan oleh peimpin tentara Jepang
Pada tangal 3 Oktober 1943,Letnan Jendral Kumachiki Harada sebagai Panglima Tentara Keenam Belas, mengeluarkan sebuah peraturan yang dikenal dengan nama Osamu Seirei no.44 Tenteng pasukan sukarela yang membela tanah Jawa.
Maka tentara Jepangpun segera melatih calon-calon perwira bangsa Indonesia. Tepatnta disebut Jawa Bo Ei Giyugun Kanbu Renseitai, artinya Latihan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa. Tempat latihan ini kemudian lebih dikenal  dengan sebutan Renseitai. Beberapa waktu berselang, nama itu diganti menjadi Jawa Bo Ei Giyugun Kanbu Kyukotai artinya Korps Pendidikan Pimpinan-pimpinan Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa. Lebih dikenal dengan sebutan Kyukotai. Tempet latihan untuk wilayah Jawa dan Madura di Bogor (Jawa Barat). Sedangkan pendidikan dan latihan untuk para Budanco ( Bintara ) di selenggarakan di Cimahi ( Jawa Barat ) dan di Magelang ( Jawa Tengah ).
Pada prinsipnya tentara-tentara Peta terdiri dari orang-orang dari satu daerah shu atau keresidenan. Berbeda dengan pasukan Heiho yang dapat dikirim keluar daerah sampai ke Irian. Morotai ke luar Jawa. Dengan demikian tentara Peta dipruntukan secara khusus membela dan mempertahankan daerah shu  atau keresidenan dimana Peta itu diadakan.
Di dalam tubuhanya, tentara Peta memiliki lima tingkat kepangkatan yakni :
·         Daidanco sama denga Komandan Batalyon.
·         Cudanco sama dengan Komandan Kompi
·         Shodanco sama dengan Komandan Peleton
·         Bundanco sama dengan Komandan Regu
·         Giyuhei sama dengan prajurit suka rela

Para Daidanco dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat, seperti ulama, kaum pergerakan bangsawan, pegawai pamong praja, penegak hukum dan lain sebagainya. Pada tahun 1944 usia para Daidanco ini rata-rata 38 tahun. Para Cudanco dipilih dari kalangan mereka yang telah bekerja, akan tetapi belum mencapai pangkat yang lumayan dan belum menduduki jabatan tinggi, misalnya juru tulis , guru dan sebagainya. Usia para Cudanco pada tahun 1944 rata-rata 31 tahun. Para Shodanco dipilih dari kalangan Pemuda Sekolah Lanjutan Pertama atau Sekolah Lanjutan Atas. Usia para Shodanco rata-rata 23 tahun. Para Bundanco dan Giyuhei dipilih dari kalangan pemuda Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama . Umur mereka pada tahun 1944 rata-rata lebih muda dari Shodanco.
Yang paling lam menjalani masa latiha dan pendidikan militer adalah para Shodanco, rata-rata tiga sampai lima bulan lamanya. Pendidikan dan latihan militer para Cudanco rata-rata dua sampai tiga bulan lamanya. Yang paling singkat adalah lama pendidikan untuk para Daidanco, mereka hamya mendapat pendidikan dan latihan militer selam kurang lebih satu sampai dua bulan. Jadi melihat usia serta lamanya masa pelatihan dan pendidikan maka para Shodanco lebih banyak memiliki keterampilan dan keterampilan militer.
Berbeda dengan Heiho, tentara peta dipimpin oleh perwira Indonesia. Karena Jepang juga khawatir kalau-kalua tentara Peta menjadi bumerang yang dapat berbalik memukul tentara Jepang sendiri. Maka tentara Peta yang terdiri dari 69 dardan atau batalyon itu tidak memiliki markas besar dan panglimanya sendiri. Jadi daidan-daidan itu berdiri sendiri-sendiri. Daidan yang satu tidak ada hubungan dengan daidan yang lainnya.  Jika dalam satu Shu atau keresidenan terdapat dua daidan sedapat mungkin hubungannya dicegah. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan timbulnya pemberontakan oleh seluruh tentara Peta.


Setiap kabupaten di beri satu tentara daidan dan satu tentara Peta. Setiap daidan dipimpin oleh satu orang pimpinan yang di sebut Daidanco. Setiap daidan dibagi menjadi tiga cudan atau Kompi, yaitu satu cudan infanteri dan satu cudan pionir. Setiap Cudan dipimpin oleh Cudanco atau Komandan Kompi, setiap Cudan di bagi menjadi beberapa ( umumnya tiga ) Shodan. Tiap Shodan dipimpin oleh satu Shodanco atau komandan Pleton. Tiap Shodan dibagi menjadi beberapa ( biasanya empat ) bundan atau regu, tiap bundan dipimpin oleh Bundanco atau Komadan regu. Setiap Bundan atau regu terdiri dari dua belas orang Giyuhei atau para sukarelawan.
Disamping itu ada lagi sebuah pangkat atau jabatan yang di sebut Fukkan atau staf ajudan. Pada setiap daidan atau batalyon ada lagi bagian staf yang disebut Honbu yang terdiri dari sub-sub bagian megurusi soal khusus daidan atau batalyon. Seperti misalnya megurusi tentang kesehatan, keuangan, peralatan, dan sebagainya. Ada pula disebut Eisei Gakari, Ensyu Gakari, Jinci Gakari, Keiri Gakari, Buppin Gakari, dan lain sebagainya.
Jadi semua perwira dan pemimpin pasukan tentara Peta terdiri dari orang-orang Indonesia. Anggota-anggota daidan diambil dari daerah-daerah, dan mereka di tempatkan di daerah asalnya masing-masing.
Ada beberapa sebab atau motif yang melatar belakangi sikap para pemuda mau menjadi anggota tentara Peta. Ada yang masuk tentara Peta dengan penuh semangat dan bergairah sekali, akan tetapi ada pula yang masuk dengan sikap acuh tak acuh, atau hanya sekedar untuk mencari nafkah, karena pada waktu itu umumnya orang sangat sulit mencari pekerjaan yang layak dan sesuai dengan keahlian serta keinginannya. Ada pula yang masuk, terutama bekas tentara KNIL, menjadi anggota Peta untuk menghindari kecurigaan pihak Jepang, yang mungkin akan menuduhnya sebagai mata-mata musuh dengan resiko yang berat sekali.
Sebagian besar pemuda yang masuk Peta dengan penuh semangat dan bergairah, terutama mereka yang berasal dari bangku sekolah. Mereka menjadi tentara Peta dengan penuh kesadaran bahwa mereka nantinya akan menjadi prajurit-prajurit pembela tanah air, dan bangsanya untuk mencapai kemerdekaan bangsanya.
Pada setiap daidan Peta si perbantukan Shidokan yaitu perwira pelatih, dan juga Shidokashikan yakni bintara-bintara pelatih, yang terdiri dari orang-orang Jepang. Para Shidokashikan inilah yang banyak membantu serta mendampingi Shodanco dalam melatih anak buahnya.
Para anggota Peta diberi pendidikan dan latihan militer dasar seperti baris berbaris, peraturan dan disiplin militer. Mereka dilatih pula untuk mempergunakan senjata ringan seperti pistol, karabin, senapan mesin ringan dan juga senapan mesin berat serta mortir. Mereka juga diberi latihan bertepur yang disebut Sentokayoren. Pada tingkat regu, tingkat pleton, dan kompi.
Persenjataan tentara Peta terdiri dari senjata-senjata ringan seperti tersebut diatas. Selain itu para perwira Peta di beri perlengkapan pedang samurai dan para bintara di beri perlengkapan sangkur seperti prajurit Jepang. Pada tanggal 8 desember 1943 dilantiklah untuk pertama kalinya perwira Peta di lapangan IKADA, Jakarta. Pelantikan itu dilakukan oleh Saiko Shikikan atau panglima Tertinggi tentara Jepang. Setelah upacara pelantikan itu selesai, maka para perwira yang sudah dilantik itu pulang kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Kemudian di tiap-tiap keresidenan dibentuk daidan-daidan tentara Peta. Pemuda-pemuda setempat yang berbadan sehat dan memenuhi persyaratan ditarik menjadi prajurit-prajurit sukarela yang didalam bahasa Jepangnya disebut giyuhei.Banyak diantara mereka yang berasal dari pasukan Keibodan atau seinendan.
2.4.       Jepang Membawa Malapetaka yang Amat Dahsyat
Kedatangan tentara Jepang ke Indonesia tidak dengan maksud yang jujur, dan ikhlas membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Tentara Jepang datang ke Indonesia denga niat yang penuh angkara murka, yaitu menduduki, dan menjajah indonesia. Betapa tidak, Indonesia kaya akan hasil tambang, hasil miyak bumi, timah, nikel, batu bara dan lain-lain. Jelas bahan-bahan tambang tersebut sangat di butuhkan oleh tentara Jepang untuk keperluan industri dan perlengkapan perang.
Beberapa lama setelah kekuasaan Dai Nippon dan bendera Hinomaru terpancang dengan kokohnya di bumi nusantara, mulailah Jepang melarang pengibaran Bendera Merah Putih lambang cita-cita kemerdekaan rakyat. Yang kemudian disusul larangan lagu kebangsaan Indonesia Raya di kumandangkan di udara. Semula larangan itu dilancarkan pelahan0lahan kemudian larangan keras disertai dengan ancaman. Siapa yang melanggar larangan tersebut akan dihukum berat.
Hanya terdapat pemakaian bahasa Indonesia, tentara Jepang bersikap lunak, dalam arti tidak mengguanakan larangan karena tidak dapt berbuat apa-apa tentang perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia tetap berkembang dan maju dengan pesatnya. Para satrawan di bidang bahasa serta kebudayaan bekerja keras, memacu kemajuan bahasa Indonesia. Buku-buku terutama  buku pelajaran yang semuanya berbahsa Belanda di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia dapat menggantikan kedudukan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Demikian pula dalam pergaulan sehari-hari bahasa Indonesia banyak digunakan sehari-hari. Bahasa Indonesia semakan mamapu dan mantap sebagai sarana menyatakan perasaan dan mengungkapkan dalam tulisan di diskusi ilmiah.
Namun dengan kenyataan ini bahasa Jepang mulai giat di ajarkan dimana-mana. Jika pada masa penjajahan Belanda tidak semua orang dengan mudah belajar bahsa Belanda, pada masa pendudukan Jepang justru sebaliknya. Pihak Jepanglah seolah-olah mengobral kesempatan untuk belajar bahasa Jepang ke semua kalangan. Di sekolah baik dasar hingga perguruan tinggi mulai diajarkan bahas Jepang. Dimana-man di buka kursus bahasa Jepang secara cuma-cuma. Setelah lulus dari setiap tingkat kursus bahasa di beri sertivikat. Pegawai yang memiliki sertifikat di beri tambahan gaji atau di beri tunjangan khusus bahasa Jepang. Sehingga banyak pegawai yang berlomba-lomba belajar bahasa Jepang.  Nyanyian dan tarian Jepang banyak di ajarkan di sekolah dan juga di dlam pergaulansehari-hari.
Pemerintah pendudukan tentara Jepang membeli hasil bumi rakyat Indonesia secara paksa. Rakyat dibawah pimpinan pamong prajanya diwajibkan menyerahkan padi serta hasil bumi lainnya yang sudah ditentukan jumlah dan harganya oleh pemerintah pendudukan tentara Jepang. Siapa yang berani membangkan akan dihukum berat. Semua hasil bumi yang diserahkan kepada tentara Jepang itu dibayar dengan uang kertas Jepang yang dicetak dengan seenaknya saja. Tidak bisa tidak, inflasi merajalela dan uang kertas Jepang tidak ada harganya lagi. Sedang barang-barang yang akan dibeli pun sudah tidak ada, sebab toko-toko sudah kosong semuanya.
Rakyat Indonesia tidak hanya kekurangan pangan, bahan sandang pun pada waktu yang sama tidak terpenuhi. Bahan sandang sangat sukar diperoleh, oleh karenanya banyak orang yang memakai pakaian yang sudah using, compang camping. Apalagi rakyat di desa-desa. Mereka biasanya tidak banyak memiliki persediaan pakaian sebagaimana halnya orang yang berada di kota, yang hidupnya serba kecukupan. Paling banyak memiliki dua tiga helai pakaian saja. Karena di dalam suasana perang, tidak ada bahan pakaian yang dibuat atau yang dimasukkan dari luar Negeri. Walaupun uang ada, akan tetapi barang-barang yang akan dibeli kosong. Tidak sedikit pula rakyat Indonesia yang sudah memakai pakaian dari bagor, yaitu semacam kain tenunan kasar yang terbuat dari daun rumbia. Pada zaman pendudukan Jepang inilah rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang luar biasa, bisa dikatakan bahwa penjajahan Jepang membawa malapetaka yang dahsyat bagi rakyat Indonesia.
Penderitaan rakyat Indonesia semakin jelas dengan adanya Romusha. Awalnya, romusha ini hanya bersifat suka rela untuk membuat lubang-lubang parit dan gua-gua pertahanan. Akan tetapi lama kelamaan berubah menjadi kerja paksa. Karena masih sangat kurang, apalagi banyak yang meninggal dunia, maka tentara Jepang menggerahkan pula tenaga-tenaga petani dari desa-desa terutama di Jawa. Beribu-ribu tenaga romusha dikirim keluar Indonesia, seperti ke Birma, Muanghtai, Vietnam, dan tempat-tempat lain.
Oleh karena propagandis Jepang romusha diberikan julukan yang muluk-muluk dan mentereng, seperti prajurit pekerja, pahlawan pekerja, dan sebagainya, yang dikatakan melaksanakan tugas suci mengabdi Perang Asia Timur Raya.
Julukan memang muluk-muluk, akan tetapi nasib para romusha sangat memilukan. Mereka dipaksa bekerja keras dan berat, akan tetapi mereka hanya diberi makan dalam jumlah dan gizi yang kurang sekali. Tempat tinggal dan tidur, serta kesehatan mereka tidak diperhatikan sama sekali. Dan para romusha ini tidak dapat melakukan perlawanan sama sekali terhadap tentara Jepang.
Selain itu, tidak sedikit wanita dan gadis-gadis bangsa Indonesia yang dibujuk dan dirayu dengan kata-kata manis kemudian dirusak dan dinodai kehormatannya, serta dijerumuskan ke dalam lembah kehinaan.
Pada zaman pendudukan bangsa Jepang rakyat Indonesia sering menyatakan rasa ketidak senangnya kepada orang Jepang dengan bermacam-macam uangkapan. Di kalangan kaum muslimin Indonesia mengungkapkan diusir kaum kafir berkitab, dating kaum kafir majusi yang memiliki maksud diusir kaum penjajah Belanda, dating kaum penjajah Jepang. Kaum muslimin umumnyanmenganggap kafir majusi itu lebih jahat dan lebih merusak daripada kafir berkitab. Demikianlah di dalam kenyataannya, kaum penjajah Jepang memang jauh lebih kasar, lebih rakus dan lebih buas daripada kaum penjajah Belanda.
Meskipun dijajah dan ditindas dengan kejam oleh tentara Jepang, rakyat Indonesia masih tetap hidup jiwanya. Pada masa pendudukan tentara Jepang, rakyat Indonesia mengalami penderitaan serta penghinaan yang sungguh luar biasa. Penjajahan bangsa Jepang yang hanya seumur jagung usianya, ternyata membawa malapetaka yang amat dahsyat bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itulah, maka rakyat Indonesia makin merindukan dan semakin mendambakan kemerdekaan tanah airnya.
Rakyat Indonesia semakin benci terhadap tentara Jepang. Satu-satunya jalan adalah membebaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing. Rakyat Indonesia harus bangkit dan berani menentang kelaliman dan kekejaman tentara Jepang. Jer basuki mawa beya, disebutkan dalam ungkapan bahasa Jawa, yang artinya setiap kemuliaan harus disertai dengan pengorbanan. Dan rakyat Indonesia sudah siap mengorbankan apa saja untuk melawan penjajahan Jepang.
2.5 Organisasi Pergerakan Zaman Jepang
Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia dilarang membentuk organisasi sendiri. Akan tetapi, Jepang sendiri membentuk organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk membantu Jepang. Organisasi-organisasi ini pada akhirnya berbalik melawan Jepang.
1)      Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A merupakan organisasi propaganda untuk kepentingan perang Jepang.
Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942. Pimpinannya adalah Mr. Sjamsuddin.
Tujuan berdirinya Gerakan Tiga A adalah agar rakyat dengan sukarela menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang. Semboyannya adalah Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia. Untuk menunjang gerakan ini, dibentuk Barisan Pemuda Asia Raya yang dipimpin Sukarjo Wiryopranoto. Adapun untuk menyebarluaskan propaganda, diterbitkan surat kabar Asia Raya. Setelah kedok organisasi ini diketahui, rakyat kehilangan simpati dan meninggalkan organisasi tersebut. Pada tanggal 20 November 1942, organisasi ini dibubarkan.
2)      Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
Pada tanggal 9 Maret 1943, diumumkan lahirnya gerakan baru yang disebut Pusat tenaga Rakyat atau Putera. Pemimpinnya adalah empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno,Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansyur. Tujuan Putera menurut versi Ir. Soekarno adalah untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh imperialisme Belanda. Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Oleh karena itu, telah digariskan sebelas macam kegiatan yang harus dilakukan sebagaimana tercantum dalam peraturan dasarnya. Di antaranya yang terpenting adalah memengaruhi rakyat supaya kuat rasa tanggung jawabnya untuk menghapuskan pengaruh Amerika, Inggris, dan Belanda, mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya, memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang, serta mengintensifkan pelajaran-pelajaran bahasa Jepang. Di samping itu, Putera juga mempunyai tugas di bidang sosial-ekonomi. Jadi, Putera dibentuk untuk membujuk para kaum nasionalis sekuler dan golongan intelektual agar mengerahkan tenaga dan pikirannya guna membantu Jepang dalam rangka menyukseskan Perang Asia Timur Raya. Organisasi Putera tersusun dari pemimpin pusat dan pemimpin daerah. Pemimpin pusat terdiri dari pejabat bagian usaha budaya dan pejabat bagian propaganda. Akan tetapi, organisasi Putera di daerah semakin hari semakin mundur. Hal ini disebabkan, antara lain,
a)      keadaan sosial masyarakat di daerah ternyata masih terbelakang, termasuk dalam bidang pendidikan, sehingga kurang maju dan dinamis;
b)      keadaan ekonomi masyarakat yang kurang mampu berakibat mereka tidak dapat membiayai gerakan tersebut. Dalam perkembangannya, Putera lebih banyak dimanfaatkan untuk perjuangan dan kepentingan bangsa Indonesia. Mengetahui hal ini, Jepang membubarkan Putera dan mementingkan pembentukan organisasi baru, yaitu Jawa Hokokai.
3)      Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)
Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1 Januari 1944. Organisasi ini
diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang. Oleh karena itu, Jepang merancang pembentukan organisasi baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan Arab. Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada. Sebelum mendirikan Jawa Hokokai, pemerintah pendudukan Jepang lebih dahulu meminta pendapat empat serangkai. Alasan yang diajukan adalah semakin hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga Jepang perlu membentuk organisasi baru untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala kekuatan rakyat. Dasar organisasi ini adalah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang meliputi pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti. Secara tegas, Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Jika pucuk pimpinan Putera diserahkan kepada golongan nasionalis Indonesia, kepemimpinan Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Adapun pimpinan daerah diserahkan kepada pejabat setempat mulai dari Shucokan sampai Kuco. Kegiatan- kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam anggaran dasarnya sebagai berikut :
a.       Melaksanakan segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan segenap tenaga kepada pemerintah Jepang.
b.      Memimpin rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan antara segenap bangsa
c.       Memperkukuh pembelaan tanah air.
Anggota Jawa Hokokai adalah bangsa Indonesia yang berusia minimal 14 tahun, bangsa Jepang yang menjadi pegawai negeri, dan orang-orang dari berbagai kelompok profesi. Jawa Hokokai merupakan pelaksana utama usaha pengerahan barang-barang dan padi. Pada tahun 1945, semua kegiatan pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan oleh Jawa Hokokai sehingga organisasi ini harus melaksanakan tugas dengan nyata dan menjadi alat bagi kepentingan Jepang. Konsep dan Aktualita Jawa Hokokai merupakan organisasi sentral yang anggota-anggotanya terdiri atas bermacam-macam hokokai sesuai dengan bidang profesinya. Guru-guru bergabung dalam wadah Kyoiku Hokokai (Kebaktian para Pendidik) dan para dokter bergabung dalam wadah Izi Hokokai (Kebaktian para Dokter). Selain itu,
Jawa Hokokai juga mempunyai anggota-anggota istimewa yang terdiri dari Fujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan), Boei Engokai (Tata Usaha Pembantu Prajurit Peta dan Heiko), serta hokokai perusahaan.
4)      Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat)
Ketika pemerintahan Jepang berada di tangan Perdana Menteri Toyo, Jepang pernah memberi janji merdeka kepada Filipina dan Burma, namun tidak melakukan hal yang sama kepada Indonesia. Oleh karena itu, kaum nasionalis Indonesia protes. Menanggapi protes tersebut, PM Toyo lalu membuat kebijakan berikut.
a)      Pembentukan Dewan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In).
b)      Pembentukan Dewan Pertimbangan Karesidenan (Shu Sangi Kai) atau daerah.
c)      Tokoh-tokoh Indonesia diangkat menjadi penasihat berbagai departemen.
d)     Pengangkatan orang Indonesia ke dalam pemerintahan dan organisasi resmi lainnya.
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pada tanggal 5 September 1943, Kumakichi Harada mengeluarkan Osamu Serei No. 36 dan 37 Tahun 1943 tentang pembentukan Cuo Sangi In dan Shu Sangi Kai. Cuo Sangi In yang berada di bawah pengawasan Saiko Shikikan (Pemerintahan Tentara Keenambelas) bertugas menjawab pertanyaan Saiko Shikikan dalam hal politik dan pemerintah. Cuo Sangi In juga berhak mengajukan usul kepada Saiko Shikikan. Rapat-rapat Cuo Sangi In mem- bahas pengembangan pemerintah militer, mempertinggi derajat rakyat, penanganan pendidikan dan penerangan, masalah ekonomi dan industri, kemakmuran dan bantuan sosial, serta kesehatan. Keanggotaan Cuo Sangi In terdiri atas 43 orang, yaitu 23 orang diangkat oleh Saiko Shikikan, 18 orang dipilih oleh anggota Shu Sangi Kai, dan dua orang anggota yang diusulkan dari daerah Surakarta dan Yogyakarta. Anggota Cuo Sangi In dilantik pada tanggal 17 Oktober 1943 dengan ketua Ir. Soerkarno, serta wakilnya dua orang, yaitu M.A.A. Kusumo Utoyo dan Dr. Boentaran Martoatmodjo. Cuo Sangi In dibentuk dengan tujuan agar ada perwakilan, baik bagi pihak Jepang maupun pihak Indonesia. Namun, agar tidak dimanfaatkan untuk perjuangan bangsa Indonesia, Cuo Sangi In mendapat pengawasan ketat dari pemerintah Jepang. Dilihat dari segi perjuangan bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan, keberadaan Cuo Sangi In memang tidak berarti banyak. Akan tetapi, keberadaan lembaga ini berguna bagi pertambahan wawasan pengalaman kaum nasionalis Indonesia.
5)      Majelis Islam A'laa Indonesia (MIAI)
MIAI merupakan organisasi yang berdiri pada masa penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1937 di Surabaya. Pendirinya adalah K. H. Mas Mansyur dan kawan-kawan.
Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang sebab merupakan gerakan anti-Barat dan hanya bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja. Meskipun demikian, pengaruhnya yang besar menyebabkan Jepang merasa perlu untuk membatasi ruang gerak MIAI. Inskripsi
Setelah penyikapan selama beberapa waktu terhadap perkembangan MIAI, Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan bagi pendudukan Jepang di Indonesia. Oleh karena itu, Jepang mengizinkan berdirinya dua organisasi besar Islam yang lain, yaitu Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini berdiri pada bulan September 1943 dengan kegiatan berpusat pada kerohanian dan sosial. Pada awal pendudukan, Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama yang dipimpin oleh Kolonel Horie. Ia mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, Horie meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan- kegiatan yang bersifat politik. Permintaan ini disetujui oleh peserta pertemuan tersebut yang kemudian membuat pernyataan sikap di akhir pertemuan. Pada akhir Desember 1942, hasil pertemuan di Surabaya itu ditingkatkan dengan mengundang 32 orang kiai di seluruh Jawa Timur untuk menghadap Letnan Jenderal Imamura dan Gunseikan, Mayor Jenderal Okasaki. Dalam pertemuan tersebut, Gunseikan menyatakan bahwa Jepang akan tetap menghargai Islam dan akan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan.  Pemerintah militer Jepang memilih MIAI sebagai satu-satunya wadah bagi organisasi gabungan golongan Islam. Akan tetapi, organisasi ini baru diakui oleh Jepang setelah mengubah anggaran dasarnya, khususnya mengenai asas dan tujuannya. Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan kalimat: "... turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon." Sebagai organisasi tunggal golongan Islam, MIAI mendapat simpati yang luar biasa dari kalangan umat Islam sehingga organisasi ini berkembang semakin maju. Melihat perkembangan ini, Jepang mulai merasa curiga. Tokoh-tokoh MIAI di berbagai daerah mulai diawasi. Untuk mengantisipasi agar gerakan para pemuka agama Islam tidak
menjurus pada kegiatan yang berbahaya bagi Jepang, diadakan pelatihan para kiai. Para kiai yang menjadi peserta pelatihan tersebut dipilih berdasarkan syarat-syarat memiliki pengaruh yang luas di lingkungannya dan mempunyai watak yang baik. Pelatihan tersebut berlangsung di Balai Urusan Agama di Jakarta selama satu bulan. Namun, keterbatasan kegiatan MIAI justru dirasakan kurang memuaskan bagi Jepang sendiri. Pada bulan Oktober 1943, MIAI secara resmi dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru, yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Organisasi ini disahkan oleh Gunseikan pada tanggal 22 November 1943. Susunan kepengurusan Masyumi adalah ketua pengurus besar dipegang oleh K.H. Hasyim Asy'ari, wakil dari Muhammadiyah adalah K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Ma'ruf, K.H. Mukti, K.H. Hasyim, dan Kartosudarmo. Adapun wakil dari NU adalah K.H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H. Mochtar.
d.      Reaksi Kaum Pergerakan Nasional terhadap Jepang
Kaum pergerakan dan kaum intelek nasional akhirnya sadar bahwa Jepang ternyata jauh lebih berbahaya bagi bangsa Indonesia karena kekejaman dan penindasannya terhadap rakyat. Sejak awal tahun 1944, rasa simpati terhadap Jepang mulai hilang dan berganti dengan kebencian. Muncullah gerakan-gerakan perlawanan terhadap Jepang, seperti Gerakan 3A, Putera, dan Peta. Salah satu contoh pemberontakan bangsa Indonesia yang terbesar terhadap Jepang adalah pemberontakan Peta Blitar tanggal 4 Februari 1945. Pemberontakan yang dipimpin Supriyadi ini sangat mengejutkan Jepang. Banyak tentara Jepang yang terbunuh. Untuk menghadapinya, Jepang mengepung kedudukan Supriyadi. Terjadilah tembak menembak yang membawa banyak korban bagi kedua belah pihak. Dalam pertempuran tersebut, Supriyadi menghilang. Peristiwa ini diabadikan sebagai hari Peta. Setelah perlawanan tersebut, muncul perlawanan-perlawanan lainnya dari berbagai daerah, seperti perlawanan rakyat Aceh dan perlawanan rakyat Sukamanah, Tasikmalaya. Adapun dari kalangan intelektual, muncul organisasi-organisasi bawah tanah yang menyebarluaskan pandangan anti-Jepang. Mereka menanamkan bahwa bagaimanapun, Jepang tetap adalah juga penjajah seperti halnya Belanda. Bangsa Indonesia menurut mereka, hanya akan sejahtera jika telah sepenuhnya merdeka. Tokoh gerakan ini adalah Sjahrir dan Amir Sjarifuddin.














BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.      Di indonesia telah timbul pergerakan rakyat yang pada umumnya mendapat sifat pergerakan persatuan dan kemerdekaan indonesia yang tegas, tidak dengan ragu-ragu.Pada akhirnya terbentuklah perpusatan-perpusatan yang menunjukan bahwa tidak saja dalam hal rohani tercapai kemajuan besar, akan tetap juga dalam bentuknya pergerakan ini kemajuan besar tidak boleh disangkal. Ditambah semakin melemahnya kekuatan Belanda di Indonesia.
2.      Pada tanggal 8 desember 1941 waktu Jepang (7 Desember 1941 waktu Amerika) Angkatan Perang Kerajaan dari Nippon atau Jepang secara mendadak menyerang Pearl Harbour di Kepulauan Hawai, yang pada waktu itu menjadi pusat kekuatan Angkatan Laut Amerika Serikat untuk kawasan Samudra Pasifik. Serangan tersebut dipimpin oleh Laksamana Isoroku Yamamoto (1884-1943) itu membuka tabir peperangan baru di kawasan Asia Timur dan kawasan Samudra Pasifik. Hindia Belanda segera terlibat di dalam peperangan yang dashyat itu. Dalam waktu yang sangat singkat Angkatan Perang Jepang telah dapat merebut dan menduduki hampir seluruh wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Tanggal 8 Maret 1942 Letnan Jendral H.Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda dan atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia mengumumkan pernyataan menyerah tanpa syarat kepada Angkatan Perang Jepang yang dipimpin oleh Letnan Hitoshi Imamura. Penyerahan tentara  belanda berlangsung di Kalijati, Jawa Barat, yang dihadiri pula oleh Gubernur JendralHindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Maka berakhirlah pemerintahan penjajahan bangsa Belanda di Indonesia digantikan oleh pendudukan bangsa Jepang.
3.      Mula-mula kedatangan tentara Jepang disambut dengan gembira dan diterima dengan tangan terbuka oleh rakyat Indonesia yang merindukan kemerdekaan tanah airnya. Namun tujuan utamanya yaitu karena Indonesia memiliki banyak sumber bahan mentah yang diperlukan tentara Jepang untuk menopang usaha perangnya. Seperti minyak bumi, timah, nikel, batu bata, dan sebagainya. Dan Minyak Bumi merupakan salah satu factor pendorong yang kuat bagi Jepang untuk melancarkan Perang Pasifik atau perang Asia Timur Raya. Selain itu, Jepang juga memerluakan bahan-bahan pangan dan tenaga-tenaga manusia seperti heiho (pembantu prajurit), keibidan (pembantu polisi), seinendan (berisan pemuda) dan lain-lain. Pembentukan Jawa Kiodo Bo Ei Giyugun atau pasukan suka rela pembela tanah Jawa yang kemudian lebih di kenal sebagai  tentara Pembela Tanah Air, di singkat Peta. Sesungguhnya disini telah bertemu dua kepentingan yang searah jalannya. Jepang sangat membutuhkan tenaga bangsa Indonesia untuk membantu tentara Jepang  mempertahankan Indonesia dari serangan sekutu. Sedangkan pihak Indonesia membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil di bidang kemiliteran yang kelak dapat dipergunakan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
4.      Kedatangan tentara Jepang ke Indonesia tidak dengan maksud yang jujur, dan ikhlas membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Tentara Jepang datang ke Indonesia denga niat yang penuh angkara murka, yaitu menduduki, dan menjajah indonesia. Salah satu dampak datangnya Jepang pada waktu itu adalah adanya larangan lagu kebangsaan Indonesia Raya di kumandangkan di udara. Jepang membeli hasil bumi rakyat Indonesia secara paksa. Rakyat Indonesia tidak hanya kekurangan pangan, bahan sandang pun pada waktu yang sama tidak terpenuhi. Penderitaan rakyat Indonesia semakin jelas dengan adanya Romusha.
5.      Organisasi pergerakan pada zaman jepang
Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia dilarang membentuk organisasi sendiri. Akan tetapi, Jepang sendiri membentuk organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk membantu Jepang. Organisasi-organisasi ini pada akhirnya berbalik melawan Jepang.
a)      Gerakan Tiga A
Gerakan Tiga A merupakan organisasi propaganda untuk kepentingan perang Jepang.Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942. Pimpinannya adalah Mr. Sjamsuddin.
b)      Putera (Pusat Tenaga Rakyat)
Pada tanggal 9 Maret 1943, diumumkan lahirnya gerakan baru yang disebut Pusat tenaga Rakyat atau Putera. Pemimpinnya adalah empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno,Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas Mansyur. Tujuan Putera menurut versi Ir. Soekarno adalah untuk membangun dan menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh imperialisme Belanda. Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya
c)      Himpunan Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)
Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1 Januari 1944. Organisasi ini
diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang.
d)     Cuo Sangi In (Badan Pertimbangan Pusat)
e)      Majelis Islam A'laa Indonesia (MIAI)
MIAI merupakan organisasi yang berdiri pada masa penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1937 di Surabaya. Pendirinya adalah K. H. Mas Mansyur dan kawan-kawan.
Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang sebab merupakan gerakan anti-Barat dan hanya bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja.