PEMBAHASAN
2.1. Runtuhnya
Dominasi Kolonial Belanda
Di indonesia telah timbul pergerakan rakyat yang pada
umumnya mendapat sifat pergerakan persatuan dan kemerdekaan indonesia yang
tegas, tidak dengan ragu-ragu.
Pada akhirnya terbentuklah perpusatan-perpusatan yang
menunjukan bahwa tidak saja dalam hal rohani tercapai kemajuan besar, akan
tetap juga dalam bentuknya pergerakan ini kemajuan besar tidak boleh disangkal.
Terutama jika diingat bahwa satu dan lain baru 35 tahun tumbuh hidupnya dan
rintangan dari pihak Pemerintah jajahan besar adanya. Akan tetapi tujuan satu
dan perpusatan telah tercapai, pergerakan ini masih berjenis-jenis sekali
adanya, yaitu menurut faham tentang sikap pemerintah (kooperasi atau non
kooperasi), menurut agama (Islam, Netral, Kristen), menurut pengikutnya
(laki-laki, perempuan, pemuda, pemudi), menurut golongan bangsa (Indonesia
seumumnya atau sebagian saja dari ini). Apalagi semuanya ini (yang seperti
telah tercatat, pada umumnya mempunyai cita-cita tertinggi satu, yaitu
persatuan dan kemerdekaan) bisa dibagi pula menurut faham tentang apa yang
telah bisa diubah dalam keadaan Hindia Belanda dengan serentak, jadi tidak
dengan menunggu-nunggu lagi.
2.1.1.
Keadaan
negara Indonesia sampai tahun 1942
Dalam Lingkungan kerajaan Belanda negara Indonesia dalam
teorinya mempunyai kedudukan yang telah tersendiri (zelfstandig):
1.
Hindia
Belanda mempunyai alat-alat pemerintahan (Pemerintahan dan Volksraad) sendiri
dan keuangan sendiri; adalah badan hukum (rechtsperson) yang mempunyai
kebendaan sendiri dan bisa mengambil utang sendiri,
2.
Dalam
Undang-Undang Dasar (grondwet) negeri Belanda, Hindia Belanda diakui bagian
kerajaan Belanda sejajar dengan “bagian yang di Eropa,” Suriname dan Curacao.
Akan tetapi dalam prakteknya pendirian
sendiri ini Cuma sedikit adanya. Kenyataannya Gubernur Jenderal,
anggota-anggota Raad Van Indie dan lain-lain, pegawai yang penting sekali
kedudukannya, diangkat dan dipecat oleh Pemerintah ”bagian yang di Eropa”
(Negeri Belanda). Anggaran belanja negara Indonesia yang dibikin disini, mesti
sebagai “wet”- ditetapkan oleh Pemerintah dan perlemen negeri Belanda, (dalam
parlemen itu dijabat wakil-wakil rakyat Belanda saja). Peraturan-peraturan
penting (ordonnantie yang dibuat oleh Pemerintah Volksraad disini mesti
ditetapkan juga oleh Pemerintah dan Parlemen Belanda. Alat-alat pemerintahan di
negeri Belanda juga berhak menunda atau menghapuskan aturan-aturan berupa
ordonanties (G.D. dengan Volksraad) atau regeringsverordeningen.
Dan
Gubernur-gubernur Jenderal yang bertanggung jawab kepada raja (Menteri
jajahan), harus tunduk dengan perintah-perintah dari Menteri jajahan itu. Jadi
di Pemerintah biasa dari “bagian yang di Eropa” itu adalah Pemerintah tinggi
untuk Indonesia, bahkan dalam urusan ke dalam negeri.
Oleh karena itu,
sebetulnya Indonesia sama sekali tidak sejajar, akan tetapi berupa tanah
jajahan. Indonesia tidak mempunyai kedudukan internasional sendiri.
Gubernur Jendral
yang melakukan pemerintahan seorang diri harus orang Belanda; dari Direktur departemen-departemen
hanya 1 dari 8 yang bangsa Indonesia; juga pangkat tinggi kebanyakan dijabat
orang Belanda.
Bentuk
Volksraad(50% bangsa Indonesia) mempunyai kuasa turut-serta dalam pemerintahan,
akan tetapi bila ada perselisihan antara Gubernur Jendral dan Volksraad,
Pemeritah dan Parlemen negeri Belanda yang memutuskan. Juga dalam administrasi
umum pengaruh belanda yang kuat sebab pangkat-pangkat tinggi dipegang bangsa
Belanda.
2.2. Perang
Pasifik Pecah
Pada tanggal 8 desember 1941 waktu Jepang
(7 Desember 1941 waktu Amerika) Angkatan Perang Kerajaan dari Nippon atau
Jepang secara mendadak menyerang Pearl Harbour di Kepulauan Hawai, yang pada
waktu itu menjadi pusat kekuatan Angkatan Laut Amerika Serikat untuk kawasan
Samudra Pasifik. Serangan yang mendadak tersebut sangat mengejutkan pihak
Amerika Serikat di Hawai maupun di Washington.Sebab pada saat itu, di
Washington sedang ada perundingan antara Duta Besar Jepang untukAmerika
Serikat,Kichisaburo Nomura dan Duta Khusus Jepang, Saburo Kurusu, dengan Menteri
Luar Negeri Amerika Serikat Cordell Hull. Serangan tersebut dipimpin oleh
Laksamana Isoroku Yamamoto (1884-1943) itu membuka tabir peperangan baru di
kawasan Asia Timur dan kawasan Samudra Pasifik.
Hindia Belanda
segera terlibat di dalam peperangan yang dashyat itu.Pada tanggal 8 Desember
1941 sekitar jam 07.00 pagi waktu jawa, Gubernur Jendral Hindia Belanda A.W.L
Tjarda van Starkenborgh Stachouwer memaklumkan perang kepada Jepang. Hindia
Belanda pada waktu itu termasuk didalam apa yang dikenal dengan sebutan front ABCD, yang terdiri dari Amerika
Serikat, Inggris, Cina, dan Belanda seluruh kawasan Asia Timur, Asia Tenggara
dan Samudra Pasifik tenggelam di dalam lautan api peperangan yang teramat dashyat.
Dalam waktu yang
sangat singkat Angkatan Perang Jepang telah dapat merebut dan menduduki hampir
seluruh wilayah Asia Timur dan Asia Tenggara. Angkatan Perang Jepang melakukan
perang kilat (blitzkrieg). Dalam waktu yang cukup singkat hampir seluruh
benteng pertahanan Sekutu di Pasifik dan Asia Timur dapat dilumpuhkan dan
hancur.
Pada tanggal 26
Desember 1941 pertahanan tentara Inggris di Hongkong dilumpuhkan dan kota
pelabuhan Inggris di Timur jatuh ke tangan Jepang. Pada tanggal 15 Februari
1942, Singapura pun jatuh ke tangan Jepang. Pada tanggal 22 Februari 1942,
Jendral Douglas Mac Arthur diperintahkan
oleh Presiden AS Franklin Delano Roosevelt untuk memindahkan markas
besarnya ke Australia. Jendral Sir Archibald Wavell dari Inggrid memimpin tentara
sekutu di Timur Jauh yaitu ABDACOM
(American-British-Ducth-Australian Command) dan bermarkas di Lembang, dekat
Bandung. Letnan Jendral H.Ter Poorten diangkat sebagai Panglima tentara Hindia
Belanda, yang dinamakan Koninklijk
Nederlands Indische Leger (KNIL) tidak dapat mempertahankan Hindia Belanda,
maka Jendral Wavell pergi ke Colombo pada tanggal 25 Februari 1942
Salah satu factor
yang sangat kuat mendorong Jepang untuk melancarkan serangannya kea rah selatan
ialah adanya sumber-sumber minyak bumi di selatan untuk memenuhi kebutuhan
Angkatan Perang Jepang dan segera menguasai daerah-daerah sumber minyak
Indonesia. Pada tanggal 11 Januari 1942 mendaratlah mereka di Pulau Tarakan,
Kalimantan Timur. Keesokan harinya, pemimpin pasukan Belanda di Pulau Tarakan
menyerah. Pada tanggal 14 Februari 1942 giliran Palembang diserang dan tanggal
16 Februari 1942, telah menduduki Sumatra Selatan. Maka Jepang telah berhasil
merebut sumber-sumber minyak di Indonesia.
Pada tanggal 24
Januari 1942 terjadi pertempuran laut di Selat Makasar, dan pada tanggal 27
Februari 1942 terjadi pertempuran laut di Laut Jawa. Dan Angkatan perang Jepang
dapat melumpuhkan Angkatan perang Sekutu. Dan memusatkan perhatiannya kepada
Pulau Jawa sebagai pusat kekuataan Angkatan perang Sekutu di Hindia Belanda.
Sebenarnya pemerintah Belanda merencakan siasat perang gerilya melawan Angkatan
Perang Jepang. Namun siasat tersebut tidak berhasil. Karena rakyat Indonesia
tidak senang dan benci.
Pada masa akhir
pemerintahan Hindia Belanda, perasaan anti Belanda semakin meluas di kalangan
rakyat Indonesia. Terutama di Pulau Jawa, rakyat sudah lama mengenal adanya
ramalan Jayabay. Mereka menyambut senang tiap kemenangan Jepang. Pada tanggal 1
Maret 1942, tentara keenam belas Jepang yang dipimpin oleh Letnan Jendral
Hitoshi Imamura berhasil mendarat di Pulau Jawa di 3 tempat yaitu: di Teluk
Banten(Jawa Barat), di Eretan Wetan(Jawa Barat) dan di Kragan(Jawa Tengah).
Pada tanggal 8
Maret 1942 Letnan Jendral H.Ter Poorten selaku Panglima Angkatan Perang Hindia
Belanda dan atas nama Angkatan Perang Sekutu di Indonesia mengumumkan
pernyataan menyerah tanpa syarat kepada Angkatan Perang Jepang yang dipimpin
oleh Letnan Hitoshi Imamura. Penyerahan tentara
belanda berlangsung di Kalijati, Jawa Barat, yang dihadiri pula oleh
Gubernur JendralHindia Belanda Tjarda van Starkenborgh Stachouwer. Maka
berakhirlah pemerintahan penjajahan bangsa Belanda di Indonesia digantikan oleh
pendudukan bangsa Jepang.
2.3. Awal
Pendudukan Tentara Jepang
Mula-mula kedatangan tentara Jepang disambut dengan
gembira dan diterima dengan tangan terbuka oleh rakyat Indonesia yang
merindukan kemerdekaan tanah airnya. Apalagi karena tentara Jepang pandai
mengumbar janji dan memberi harapan kepada rakyat Indonesia yang mendambakan
kemerdekaan dan kebebasan negerinya.
Namun mengusir orang-orang Belanda dari Indonesia
bukanlah dengan ikhlas. Tetapi karena Indonesia memiliki banyak sumber bahan
mentah yang diperlukan tentara Jepang untuk menopang usaha perangnya. Seperti
minyak bumi, timah, nikel, batu bata, dan sebagainya. Dan Minyak Bumi merupakan
salah satu factor pendorong yang kuat bagi Jepang untuk melancarkan Perang
Pasifik atau perang Asia Timur Raya. Selain itu, Jepang juga memerluakan
bahan-bahan pangan dan tenaga-tenaga manusia seperti heiho (pembantu prajurit), keibidan (pembantu polisi), seinendan
(berisan pemuda) dan lain-lain.
Untuk keberhasilan pendekatan mereka, tentara Jepang
melancarkan propaganda yang sifatnya menarik perhatian bangsa Undonesia.
Seperti membiarkan lagu Indonesia Raya
berkumandang lewat pemancar-pemancar radio. Dan juga melarang mempergunakan
bahasa Belanda dimana dan kapan saja. Dan membuat bahasa Indonesia bias
berkembang pesat. Juga mengizinkan pengibaran bendera Sang Merah Putih. Akibat
ketiga atribut rakyat Indonesia yang akan merdeka dan berdaulat itu
diperkenankan oleh Tentara Jepang, maka rakyat Indonesia senang dengan
kedatangan Jepang. Tokoh-tokoh pergerakan nasional Indonesia ingin memperoleh
manfaat dari kerjasama dengan Tentara jepang untuk kepentingan cita-cita
kemerdekaan Indonesia.
Pada masa peralihan kekuasaan kepada tentara jepang di
Indonesia terdapat 3 daerah pendudukan militer Jepang, yaitu:
1.
Pemerintah
pendudukan militer Angkatan Darat, atau disebut Rikugun, dari Tentara Kedua
Puluh Lima untuk Sumatra, yang berpusat di BukitTinggi.
2.
Pemerintah
pendudukan militer Angkatan Darat (Rikugun)
dari Tentara Keenam Belas yang berpusat di Jakarta untuk Pulau Jawa dan Madura.
3.
Pemerintah
pendudukan militer Angkatan Laut (Kaigun)
dari Armada Selatan Kedua untuk daerah-daerah yang meliputi Kalimantan,
Sulawesi, Kepulauan Sunda Kecil terdiri dari Pulau Bali, Nusa Tenggara Barat,
Nusa Tenggara Timur, dan Kepulauan Maluku yang berpusat di Makasar(Ujung
Pandang sekarang).
Jepang Membutuhkan Kerja sama dengan Bangsa Indonesia
Untuk dapat mensukseskan usaha perangnya,
tentara Jepang sangat giat menyebarkan propaganda. Gerakan yang dilakukan oleh
tentara Jepang untuk mengiatkan usaha perangnya di Indonesia, dipelopori oleh
Bagian Propaganda Tentara jepang yang terkenal dengan sebutan Sendenbu. Tokoh
Jepang yang terkenal dalam gerakan ini ialah Shimizu Hitoshi. Sebagai ketua
gerakan yang disponsori oleh Bagian Propaganda Tentara Jepang diangkatlah
Mr.Syamsuddin yang dibantu oleh Bagian Propaganda Tentara Jepang diangkatlah
Mr.Syamsuddin, yang dibantu oleh tokoh-tokoh Parindra lainnya seperti K.Sutan
Pamuncak dan Mohammad Saleh. Gerakan ini terkenal dengan nama Gerakan Tiga A,
artinya Jepang Pemimpin Asia, Jepang Pelindung Asia, dan jepag Cahay Asia.
Namun gerakan ini
berlangsung sebentar, karena dianggap kurang berhasil mengambil hati rakyat
Indonesia untuk mendukung usaha perang tentara Jepang. Maka diganti dengan PUTERA, kependekan dari Pusat Tenaga
Rakyat, Organisasi baru ini dipimpin oleh tokoh-tokoh yang lebih dikenal rakyat
dengan sebutan empat serangkai, yaitu
Soekarno, Moh.Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan K.H. Mas Mansur.
Dalam organisasi
ini lahir kepentingan tentara Jepang dan kepentingan bangsa Indonesia sejajar
dan berjalan bersama. Bagi Jepang, Putera diharapkan sebgai wadah penggalang
potensi rakyat Indonesia untuk membantu usaha perang Jepang. Sebaliknya,
Soekarno, dkk berusaha memanfaatkan Putera sebgai tempat menggelorakan semangat
kemerdekaan di rakyat. Jepang tetap membatasi gerakan Putera, karena khawatir
akan menjadi boomerang bagi Jepang.
Jepang melihat
bahwa Putera lebih banyak member keuntungan kepada usaha-usaha persiapan
kemerdekaan Indonesia daripada kepentingan pihak mereka melangsungkan Perang
Pasifik. Dengan kenyataan itu, jepang tidak puas dengan Putera. Maka mendirikan
Jawa Hokokai, yang diharapkan bias
membantu usaha perang mereka.
Di daerah Kaigun, terutama
di Sulawesi Selatan, dikenal gerakan Sumber Darah Rakyat, yang disingkat Sudara
atau Kenkaku Dosi. Untuk mengobarkan semngat rakyat di Sulawesi Selatan, Bung
Karno dengan didampingi oleh Mr. Ahmad Subardjo, dan Mr.Sumanang, sengaja
dating ke Makasar untuk berpidato di sebuah rapat umum.
Selain usaha-usaha
diatastersebut ada sebuah usaha lagi dari Jepang yaitu memperhatikan
kepentingan golongan Islam. Golongan Islam dalam pandangan mereka lebih
anti-Barat, karena golongan Islam menganggap orang Belanda sebagai orang kafir.
Namun para pemimpin dan kaum pergerakan lebih banyak mengenyam pendidikan umum
yang lebih berorientasi ke Barat.
Mula-mula Jepang
memilih MIAI atau Majelis Islam A’la Indonesia sebagai gerakan umat Islam
Indonesia yang didirikan oleh K.H. Mas Mansur. Namun menurut Jepang organisasi
ini kurang bergelora. Sehingga pada Oktober 1943 secara resmi dibubarkan, lalu
diganti dengan organisasi baru yaitu Majelis Syura Muslimin Indonesia,
disingkat Masyumi. Namun baru diresmikan pada tanggal 22 November 1943, sebagai
Ketua dipilih K.H Hasyim Asy’ari, dibantu oleh K.H mas Mansur, K.H Farid Ma’ruf
dll.
Namun orang islam
Indonesia lebih membenci orang Jepang karena menganggap mereka orang kafir
majusi atau tidak berkitab. Karena menyembah api, selain itu kebiasaan mereka
selama di Indonesia seperti memakai cawat dimuka umum, sering mabuk karena
minum sake, dan yang paling dibenci yaitu upacara
saikeirei, yakni memberi hormat kepada Tenno
Heika (Kaisar Jepang) dengan cara menundukkan kepala ke arah Tokyo, ibukota
Kerajaan Jepang. Hal ini dianggap syirik-perbuatan menyembah berhala.
Di pihak lain, kaum
pergerakan nasional dan pemimpin-pemimpin gerakan kemerdekaan Indonesia
memimpin rakyat Indonesia untuk mempergunakan kesempatan yang ada dengan sebaik-baiknya
guna mempersiapkan diri secara mental spiritual, dan juga teknis-fisik-militer
dalam menghadapi perjuangan kemerdekaan. Golongan pemuda juga mendapat
perhatian khusus tentara Jepang.
Pada akhir tahun
1942 keadaan peperangan mulai berbalik. Menjelang awal tahun 1943, Jepang
menjadi bersifat ofensif ke sifat defensifatau bertahan. Sebaliknya Angkatan
Perang Sekutu, terutama AS yang telah pulih dari kelumpuhan dari serangan
mendadak pihak Jepang.
Untuk membuat
kubu-kubu pertahanan, lubang-lubang perlindungan, lapangan-lapangan udara, dll,
tentara Jepang membutuhkan tenaga-tenaga kasar. Tenaga kasar dikenal dengan
nama romusha. Mula-mula tenaga-tenaga
diambil dari para penganggur yang memang membutuhkan pekerjaan. Namun lama-lama
tugas itu berubah menjadi paksaan. Dan mengerahkan tenaga-tenaga kaum tani dari
desa-desa, terutama dari Jawa. Dan menyebabkan kehidupan para petani menjadi
parah dan memprihatinkan.
Karena keadaan
peperangan semakin gawat bagi Jepang, maka tentara Jepang membuka kesempatan
bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk menjadi pembantu prajurit Jepang yang
disebut Heiho; baik untuk Angkatan
Darat (Rikugun-heiho), maupun untuk
Angkatan Laut (Kaigun-Heiho). Dan
dikirim ke medan tempur seperti Irian, Morotai, dll.
Selain itu tentara
Jepang membuka pula kesempatan bagi pemuda-pemuda Indonesia untuk tugas
intelijen. Tugas ini diserahkan kepada Seksi Khusus Tentara Keenam Belas yang
disebut Tokubetsu Han dan dikenal
sebagai Beppan. Bagian ini dipimpin
oleh seorang letnan yang kemudian menjadi kapten, yaitu Kapten Yanagama. Dia
seorang Jepang yang bersimpati kepada perjuangan rakyat Indonesia untuk
merdeka. Setelah Indonesia merseka ia menjadi warga negara Indonesia.
Pemuda-pemuda Indonesia itu dilatih di sebuah tempat latihan yang disebut Seinen Dojo. Tempatnya di Tanggerang.
Latihan-latihan
militer lainnya, ialah latihan keibodan atau barisan pembantu polisi, seinendan
atau barisan pemuda. Hampir di setiap desa dibentuk keibodan dibawah pimpinan
kepolisian untuk membantu memlihara keamanan dan untuk keperluan pertahanan
sipil.
Pembentukan Tentara Peta
Pembentukan Jawa Kiodo Bo Ei Giyugun atau pasukan suka
rela pembela tanah Jawa yang kemudian lebih di kenal sebagai tentara Pembela Tanah Air, di singkat Peta,
prosedurnya diatur sedemikian rupa seolah-olah di bentuk atas kehendak serta
permohonan bangsa Indonesia sendiri. Sesungguhnya disini telah bertemu dua
kepentingan yang searah jalannya. Jepang sangat membutuhkan tenaga bangsa
Indonesia untuk membantu tentara Jepang
mempertahankan Indonesia dari serangan sekutu. Sedangkan pihak Indonesia
membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil di bidang kemiliteran yang kelak dapat
dipergunakan untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Maka di
buatlah sandiwara seakan-akan pihak Indonesia yang mendesak pihak Jepang.
Pada tanggal 7 September 1943 Gatot Mangkupraja, seorang
tokoh dan pemimpin gerakan nasional yang cukup terkenal, mengajukan permohonan
kepada pimpinan tentara Jepang agar di bentuk sebuah barisan suka rela pembela
tanah air, yang segenap anggotanya terdiri dari orang-orang Indonesia sendiri.
Permohonan tersebut segera dikabulkan oleh peimpin tentara Jepang
Pada tangal 3 Oktober 1943,Letnan Jendral Kumachiki
Harada sebagai Panglima Tentara Keenam Belas, mengeluarkan sebuah peraturan
yang dikenal dengan nama Osamu Seirei no.44 Tenteng pasukan sukarela yang
membela tanah Jawa.
Maka tentara Jepangpun segera melatih calon-calon perwira
bangsa Indonesia. Tepatnta disebut Jawa Bo Ei Giyugun Kanbu Renseitai, artinya
Latihan Pemimpin Tentara Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa. Tempat latihan ini
kemudian lebih dikenal dengan sebutan
Renseitai. Beberapa waktu berselang, nama itu diganti menjadi Jawa Bo Ei
Giyugun Kanbu Kyukotai artinya Korps Pendidikan Pimpinan-pimpinan Tentara
Sukarela Pembela Tanah Air di Jawa. Lebih dikenal dengan sebutan Kyukotai.
Tempet latihan untuk wilayah Jawa dan Madura di Bogor (Jawa Barat). Sedangkan
pendidikan dan latihan untuk para Budanco ( Bintara ) di selenggarakan di
Cimahi ( Jawa Barat ) dan di Magelang ( Jawa Tengah ).
Pada prinsipnya tentara-tentara Peta terdiri dari
orang-orang dari satu daerah shu atau keresidenan. Berbeda dengan pasukan Heiho
yang dapat dikirim keluar daerah sampai ke Irian. Morotai ke luar Jawa. Dengan
demikian tentara Peta dipruntukan secara khusus membela dan mempertahankan
daerah shu atau keresidenan dimana Peta
itu diadakan.
Di dalam tubuhanya, tentara Peta memiliki lima tingkat
kepangkatan yakni :
·
Daidanco
sama denga Komandan Batalyon.
·
Cudanco
sama dengan Komandan Kompi
·
Shodanco
sama dengan Komandan Peleton
·
Bundanco
sama dengan Komandan Regu
·
Giyuhei
sama dengan prajurit suka rela
Para Daidanco dipilih dari tokoh-tokoh masyarakat,
seperti ulama, kaum pergerakan bangsawan, pegawai pamong praja, penegak hukum
dan lain sebagainya. Pada tahun 1944 usia para Daidanco ini rata-rata 38 tahun.
Para Cudanco dipilih dari kalangan mereka yang telah bekerja, akan tetapi belum
mencapai pangkat yang lumayan dan belum menduduki jabatan tinggi, misalnya juru
tulis , guru dan sebagainya. Usia para Cudanco pada tahun 1944 rata-rata 31
tahun. Para Shodanco dipilih dari kalangan Pemuda Sekolah Lanjutan Pertama atau
Sekolah Lanjutan Atas. Usia para Shodanco rata-rata 23 tahun. Para Bundanco dan
Giyuhei dipilih dari kalangan pemuda Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama
. Umur mereka pada tahun 1944 rata-rata lebih muda dari Shodanco.
Yang paling lam menjalani masa latiha dan pendidikan
militer adalah para Shodanco, rata-rata tiga sampai lima bulan lamanya.
Pendidikan dan latihan militer para Cudanco rata-rata dua sampai tiga bulan
lamanya. Yang paling singkat adalah lama pendidikan untuk para Daidanco, mereka
hamya mendapat pendidikan dan latihan militer selam kurang lebih satu sampai
dua bulan. Jadi melihat usia serta lamanya masa pelatihan dan pendidikan maka
para Shodanco lebih banyak memiliki keterampilan dan keterampilan militer.
Berbeda dengan Heiho, tentara peta dipimpin oleh perwira
Indonesia. Karena Jepang juga khawatir kalau-kalua tentara Peta menjadi
bumerang yang dapat berbalik memukul tentara Jepang sendiri. Maka tentara Peta
yang terdiri dari 69 dardan atau batalyon itu tidak memiliki markas besar dan
panglimanya sendiri. Jadi daidan-daidan itu berdiri sendiri-sendiri. Daidan
yang satu tidak ada hubungan dengan daidan yang lainnya. Jika dalam satu Shu atau keresidenan terdapat
dua daidan sedapat mungkin hubungannya dicegah. Hal ini dilakukan untuk
mencegah kemungkinan timbulnya pemberontakan oleh seluruh tentara Peta.
Setiap kabupaten di beri satu tentara daidan dan satu
tentara Peta. Setiap daidan dipimpin oleh satu orang pimpinan yang di sebut Daidanco.
Setiap daidan dibagi menjadi tiga cudan atau Kompi, yaitu satu cudan infanteri
dan satu cudan pionir. Setiap Cudan dipimpin oleh Cudanco atau Komandan Kompi,
setiap Cudan di bagi menjadi beberapa ( umumnya tiga ) Shodan. Tiap Shodan
dipimpin oleh satu Shodanco atau komandan Pleton. Tiap Shodan dibagi menjadi
beberapa ( biasanya empat ) bundan atau regu, tiap bundan dipimpin oleh
Bundanco atau Komadan regu. Setiap Bundan atau regu terdiri dari dua belas
orang Giyuhei atau para sukarelawan.
Disamping itu ada lagi sebuah pangkat atau jabatan yang
di sebut Fukkan atau staf ajudan. Pada setiap daidan atau batalyon ada lagi
bagian staf yang disebut Honbu yang terdiri dari sub-sub bagian megurusi soal
khusus daidan atau batalyon. Seperti misalnya megurusi tentang kesehatan,
keuangan, peralatan, dan sebagainya. Ada pula disebut Eisei Gakari, Ensyu
Gakari, Jinci Gakari, Keiri Gakari, Buppin Gakari, dan lain sebagainya.
Jadi semua perwira dan pemimpin pasukan tentara Peta
terdiri dari orang-orang Indonesia. Anggota-anggota daidan diambil dari
daerah-daerah, dan mereka di tempatkan di daerah asalnya masing-masing.
Ada beberapa sebab atau motif yang melatar belakangi
sikap para pemuda mau menjadi anggota tentara Peta. Ada yang masuk tentara Peta
dengan penuh semangat dan bergairah sekali, akan tetapi ada pula yang masuk
dengan sikap acuh tak acuh, atau hanya sekedar untuk mencari nafkah, karena
pada waktu itu umumnya orang sangat sulit mencari pekerjaan yang layak dan
sesuai dengan keahlian serta keinginannya. Ada pula yang masuk, terutama bekas
tentara KNIL, menjadi anggota Peta untuk menghindari kecurigaan pihak Jepang,
yang mungkin akan menuduhnya sebagai mata-mata musuh dengan resiko yang berat
sekali.
Sebagian besar pemuda yang masuk Peta dengan penuh semangat
dan bergairah, terutama mereka yang berasal dari bangku sekolah. Mereka menjadi
tentara Peta dengan penuh kesadaran bahwa mereka nantinya akan menjadi
prajurit-prajurit pembela tanah air, dan bangsanya untuk mencapai kemerdekaan
bangsanya.
Pada setiap daidan Peta si perbantukan Shidokan yaitu
perwira pelatih, dan juga Shidokashikan yakni bintara-bintara pelatih, yang
terdiri dari orang-orang Jepang. Para Shidokashikan inilah yang banyak membantu
serta mendampingi Shodanco dalam melatih anak buahnya.
Para anggota Peta diberi pendidikan dan latihan militer
dasar seperti baris berbaris, peraturan dan disiplin militer. Mereka dilatih
pula untuk mempergunakan senjata ringan seperti pistol, karabin, senapan mesin
ringan dan juga senapan mesin berat serta mortir. Mereka juga diberi latihan
bertepur yang disebut Sentokayoren. Pada tingkat regu, tingkat pleton, dan
kompi.
Persenjataan tentara Peta terdiri dari senjata-senjata
ringan seperti tersebut diatas. Selain itu para perwira Peta di beri
perlengkapan pedang samurai dan para bintara di beri perlengkapan sangkur
seperti prajurit Jepang. Pada tanggal 8 desember 1943 dilantiklah untuk pertama
kalinya perwira Peta di lapangan IKADA, Jakarta. Pelantikan itu dilakukan oleh
Saiko Shikikan atau panglima Tertinggi tentara Jepang. Setelah upacara
pelantikan itu selesai, maka para perwira yang sudah dilantik itu pulang
kembali ke daerah asal mereka masing-masing. Kemudian di tiap-tiap keresidenan
dibentuk daidan-daidan tentara Peta. Pemuda-pemuda setempat yang berbadan sehat
dan memenuhi persyaratan ditarik menjadi prajurit-prajurit sukarela yang
didalam bahasa Jepangnya disebut giyuhei.Banyak diantara mereka yang berasal
dari pasukan Keibodan atau seinendan.
2.4. Jepang
Membawa Malapetaka yang Amat Dahsyat
Kedatangan
tentara Jepang ke Indonesia tidak dengan maksud yang jujur, dan ikhlas
membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Tentara Jepang datang ke
Indonesia denga niat yang penuh angkara murka, yaitu menduduki, dan menjajah
indonesia. Betapa tidak, Indonesia kaya akan hasil tambang, hasil miyak bumi,
timah, nikel, batu bara dan lain-lain. Jelas bahan-bahan tambang tersebut
sangat di butuhkan oleh tentara Jepang untuk keperluan industri dan
perlengkapan perang.
Beberapa
lama setelah kekuasaan Dai Nippon dan bendera Hinomaru terpancang dengan
kokohnya di bumi nusantara, mulailah Jepang melarang pengibaran Bendera Merah
Putih lambang cita-cita kemerdekaan rakyat. Yang kemudian disusul larangan lagu
kebangsaan Indonesia Raya di kumandangkan di udara. Semula larangan itu
dilancarkan pelahan0lahan kemudian larangan keras disertai dengan ancaman.
Siapa yang melanggar larangan tersebut akan dihukum berat.
Hanya
terdapat pemakaian bahasa Indonesia, tentara Jepang bersikap lunak, dalam arti
tidak mengguanakan larangan karena tidak dapt berbuat apa-apa tentang
perkembangan bahasa Indonesia itu sendiri. Bahasa Indonesia tetap berkembang
dan maju dengan pesatnya. Para satrawan di bidang bahasa serta kebudayaan
bekerja keras, memacu kemajuan bahasa Indonesia. Buku-buku terutama buku pelajaran yang semuanya berbahsa Belanda
di terjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia dapat
menggantikan kedudukan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar di
sekolah-sekolah, mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Demikian
pula dalam pergaulan sehari-hari bahasa Indonesia banyak digunakan sehari-hari.
Bahasa Indonesia semakan mamapu dan mantap sebagai sarana menyatakan perasaan
dan mengungkapkan dalam tulisan di diskusi ilmiah.
Namun
dengan kenyataan ini bahasa Jepang mulai giat di ajarkan dimana-mana. Jika pada
masa penjajahan Belanda tidak semua orang dengan mudah belajar bahsa Belanda,
pada masa pendudukan Jepang justru sebaliknya. Pihak Jepanglah seolah-olah
mengobral kesempatan untuk belajar bahasa Jepang ke semua kalangan. Di sekolah
baik dasar hingga perguruan tinggi mulai diajarkan bahas Jepang. Dimana-man di
buka kursus bahasa Jepang secara cuma-cuma. Setelah lulus dari setiap tingkat
kursus bahasa di beri sertivikat. Pegawai yang memiliki sertifikat di beri
tambahan gaji atau di beri tunjangan khusus bahasa Jepang. Sehingga banyak
pegawai yang berlomba-lomba belajar bahasa Jepang. Nyanyian dan tarian Jepang banyak di ajarkan
di sekolah dan juga di dlam pergaulansehari-hari.
Pemerintah
pendudukan tentara Jepang membeli hasil bumi rakyat Indonesia secara paksa.
Rakyat dibawah pimpinan pamong prajanya diwajibkan menyerahkan padi serta hasil
bumi lainnya yang sudah ditentukan jumlah dan harganya oleh pemerintah
pendudukan tentara Jepang. Siapa yang berani membangkan akan dihukum berat.
Semua hasil bumi yang diserahkan kepada tentara Jepang itu dibayar dengan uang
kertas Jepang yang dicetak dengan seenaknya saja. Tidak bisa tidak, inflasi
merajalela dan uang kertas Jepang tidak ada harganya lagi. Sedang barang-barang
yang akan dibeli pun sudah tidak ada, sebab toko-toko sudah kosong semuanya.
Rakyat
Indonesia tidak hanya kekurangan pangan, bahan sandang pun pada waktu yang sama
tidak terpenuhi. Bahan sandang sangat sukar diperoleh, oleh karenanya banyak
orang yang memakai pakaian yang sudah using, compang camping. Apalagi rakyat di
desa-desa. Mereka biasanya tidak banyak memiliki persediaan pakaian sebagaimana
halnya orang yang berada di kota, yang hidupnya serba kecukupan. Paling banyak
memiliki dua tiga helai pakaian saja. Karena di dalam suasana perang, tidak ada
bahan pakaian yang dibuat atau yang dimasukkan dari luar Negeri. Walaupun uang
ada, akan tetapi barang-barang yang akan dibeli kosong. Tidak sedikit pula
rakyat Indonesia yang sudah memakai pakaian dari bagor, yaitu semacam kain
tenunan kasar yang terbuat dari daun rumbia. Pada zaman pendudukan Jepang
inilah rakyat Indonesia mengalami penderitaan yang luar biasa, bisa dikatakan
bahwa penjajahan Jepang membawa malapetaka yang dahsyat bagi rakyat Indonesia.
Penderitaan
rakyat Indonesia semakin jelas dengan adanya Romusha. Awalnya, romusha ini
hanya bersifat suka rela untuk membuat lubang-lubang parit dan gua-gua
pertahanan. Akan tetapi lama kelamaan berubah menjadi kerja paksa. Karena masih
sangat kurang, apalagi banyak yang meninggal dunia, maka tentara Jepang
menggerahkan pula tenaga-tenaga petani dari desa-desa terutama di Jawa.
Beribu-ribu tenaga romusha dikirim keluar Indonesia, seperti ke Birma,
Muanghtai, Vietnam, dan tempat-tempat lain.
Oleh
karena propagandis Jepang romusha diberikan julukan yang muluk-muluk dan
mentereng, seperti prajurit pekerja, pahlawan pekerja, dan sebagainya, yang
dikatakan melaksanakan tugas suci mengabdi Perang Asia Timur Raya.
Julukan
memang muluk-muluk, akan tetapi nasib para romusha sangat memilukan. Mereka
dipaksa bekerja keras dan berat, akan tetapi mereka hanya diberi makan dalam
jumlah dan gizi yang kurang sekali. Tempat tinggal dan tidur, serta kesehatan
mereka tidak diperhatikan sama sekali. Dan para romusha ini tidak dapat
melakukan perlawanan sama sekali terhadap tentara Jepang.
Selain
itu, tidak sedikit wanita dan gadis-gadis bangsa Indonesia yang dibujuk dan
dirayu dengan kata-kata manis kemudian dirusak dan dinodai kehormatannya, serta
dijerumuskan ke dalam lembah kehinaan.
Pada
zaman pendudukan bangsa Jepang rakyat Indonesia sering menyatakan rasa ketidak
senangnya kepada orang Jepang dengan bermacam-macam uangkapan. Di kalangan kaum
muslimin Indonesia mengungkapkan diusir
kaum kafir berkitab, dating kaum kafir majusi yang memiliki maksud diusir
kaum penjajah Belanda, dating kaum penjajah Jepang. Kaum muslimin
umumnyanmenganggap kafir majusi itu lebih jahat dan lebih merusak daripada
kafir berkitab. Demikianlah di dalam kenyataannya, kaum penjajah Jepang memang
jauh lebih kasar, lebih rakus dan lebih buas daripada kaum penjajah Belanda.
Meskipun
dijajah dan ditindas dengan kejam oleh tentara Jepang, rakyat Indonesia masih
tetap hidup jiwanya. Pada masa pendudukan tentara Jepang, rakyat Indonesia
mengalami penderitaan serta penghinaan yang sungguh luar biasa. Penjajahan
bangsa Jepang yang hanya seumur jagung usianya, ternyata membawa malapetaka
yang amat dahsyat bagi rakyat Indonesia. Oleh karena itulah, maka rakyat
Indonesia makin merindukan dan semakin mendambakan kemerdekaan tanah airnya.
Rakyat
Indonesia semakin benci terhadap tentara Jepang. Satu-satunya jalan adalah
membebaskan diri dari belenggu penjajahan bangsa asing. Rakyat Indonesia harus
bangkit dan berani menentang kelaliman dan kekejaman tentara Jepang. Jer basuki mawa beya, disebutkan dalam
ungkapan bahasa Jawa, yang artinya setiap kemuliaan harus disertai dengan
pengorbanan. Dan rakyat Indonesia sudah siap mengorbankan apa saja untuk
melawan penjajahan Jepang.
2.5 Organisasi Pergerakan Zaman
Jepang
Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia
dilarang membentuk organisasi sendiri. Akan tetapi, Jepang sendiri membentuk
organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk
membantu Jepang. Organisasi-organisasi ini pada akhirnya berbalik melawan
Jepang.
1)
Gerakan Tiga
A
Gerakan Tiga A merupakan organisasi propaganda
untuk kepentingan perang Jepang.
Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942. Pimpinannya adalah Mr. Sjamsuddin.
Tujuan berdirinya Gerakan Tiga A adalah agar rakyat dengan sukarela menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang. Semboyannya adalah Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia. Untuk menunjang gerakan ini, dibentuk Barisan Pemuda Asia Raya yang dipimpin Sukarjo Wiryopranoto. Adapun untuk menyebarluaskan propaganda, diterbitkan surat kabar Asia Raya. Setelah kedok organisasi ini diketahui, rakyat kehilangan simpati dan meninggalkan organisasi tersebut. Pada tanggal 20 November 1942, organisasi ini dibubarkan.
Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942. Pimpinannya adalah Mr. Sjamsuddin.
Tujuan berdirinya Gerakan Tiga A adalah agar rakyat dengan sukarela menyumbangkan tenaga bagi perang Jepang. Semboyannya adalah Nippon cahaya Asia, Nippon pemimpin Asia, Nippon pelindung Asia. Untuk menunjang gerakan ini, dibentuk Barisan Pemuda Asia Raya yang dipimpin Sukarjo Wiryopranoto. Adapun untuk menyebarluaskan propaganda, diterbitkan surat kabar Asia Raya. Setelah kedok organisasi ini diketahui, rakyat kehilangan simpati dan meninggalkan organisasi tersebut. Pada tanggal 20 November 1942, organisasi ini dibubarkan.
2)
Putera
(Pusat Tenaga Rakyat)
Pada tanggal 9 Maret 1943, diumumkan lahirnya
gerakan baru yang disebut Pusat tenaga Rakyat atau Putera. Pemimpinnya adalah
empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno,Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas
Mansyur. Tujuan Putera menurut versi Ir. Soekarno adalah untuk membangun dan
menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh imperialisme Belanda.
Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat
Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya. Oleh karena itu, telah
digariskan sebelas macam kegiatan yang harus dilakukan sebagaimana tercantum
dalam peraturan dasarnya. Di antaranya yang terpenting adalah memengaruhi
rakyat supaya kuat rasa tanggung jawabnya untuk menghapuskan pengaruh Amerika,
Inggris, dan Belanda, mengambil bagian dalam mempertahankan Asia Raya,
memperkuat rasa persaudaraan antara Indonesia dan Jepang, serta mengintensifkan
pelajaran-pelajaran bahasa Jepang. Di samping itu, Putera juga mempunyai tugas
di bidang sosial-ekonomi. Jadi, Putera dibentuk untuk membujuk para kaum
nasionalis sekuler dan golongan intelektual agar mengerahkan tenaga dan
pikirannya guna membantu Jepang dalam rangka menyukseskan Perang Asia Timur
Raya. Organisasi Putera tersusun dari pemimpin pusat dan pemimpin daerah.
Pemimpin pusat terdiri dari pejabat bagian usaha budaya dan pejabat bagian
propaganda. Akan tetapi, organisasi Putera di daerah semakin hari semakin
mundur. Hal ini disebabkan, antara lain,
a)
keadaan
sosial masyarakat di daerah ternyata masih terbelakang, termasuk dalam bidang pendidikan,
sehingga kurang maju dan dinamis;
b)
keadaan
ekonomi masyarakat yang kurang mampu berakibat mereka tidak dapat membiayai
gerakan tersebut. Dalam perkembangannya, Putera lebih banyak dimanfaatkan untuk
perjuangan dan kepentingan bangsa Indonesia. Mengetahui hal ini, Jepang
membubarkan Putera dan mementingkan pembentukan organisasi baru, yaitu Jawa
Hokokai.
3)
Himpunan
Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)
Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1
Januari 1944. Organisasi ini
diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang. Oleh karena itu, Jepang merancang pembentukan organisasi baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan Arab. Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada. Sebelum mendirikan Jawa Hokokai, pemerintah pendudukan Jepang lebih dahulu meminta pendapat empat serangkai. Alasan yang diajukan adalah semakin hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga Jepang perlu membentuk organisasi baru untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala kekuatan rakyat. Dasar organisasi ini adalah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang meliputi pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti. Secara tegas, Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Jika pucuk pimpinan Putera diserahkan kepada golongan nasionalis Indonesia, kepemimpinan Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Adapun pimpinan daerah diserahkan kepada pejabat setempat mulai dari Shucokan sampai Kuco. Kegiatan- kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam anggaran dasarnya sebagai berikut :
diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang. Oleh karena itu, Jepang merancang pembentukan organisasi baru yang mencakup semua golongan masyarakat, termasuk golongan Cina dan Arab. Berdirinya Jawa Hokokai diumumkan oleh Panglima Tentara Keenambelas, Jenderal Kumakichi Harada. Sebelum mendirikan Jawa Hokokai, pemerintah pendudukan Jepang lebih dahulu meminta pendapat empat serangkai. Alasan yang diajukan adalah semakin hebatnya Perang Asia Timur Raya sehingga Jepang perlu membentuk organisasi baru untuk lebih menggiatkan dan mempersatukan segala kekuatan rakyat. Dasar organisasi ini adalah pengorbanan dalam hokoseiskin (semangat kebaktian) yang meliputi pengorbanan diri, mempertebal rasa persaudaraan, dan melaksanakan sesuatu dengan bakti. Secara tegas, Jawa Hokokai dinyatakan sebagai organisasi resmi pemerintah. Jika pucuk pimpinan Putera diserahkan kepada golongan nasionalis Indonesia, kepemimpinan Jawa Hokokai pada tingkat pusat dipegang langsung oleh Gunseikan. Adapun pimpinan daerah diserahkan kepada pejabat setempat mulai dari Shucokan sampai Kuco. Kegiatan- kegiatan Jawa Hokokai sebagaimana digariskan dalam anggaran dasarnya sebagai berikut :
a.
Melaksanakan
segala sesuatu dengan nyata dan ikhlas untuk menyumbangkan segenap tenaga
kepada pemerintah Jepang.
b.
Memimpin
rakyat untuk menyumbangkan segenap tenaga berdasarkan semangat persaudaraan
antara segenap bangsa
c.
Memperkukuh
pembelaan tanah air.
Anggota Jawa Hokokai adalah bangsa Indonesia yang
berusia minimal 14 tahun, bangsa Jepang yang menjadi pegawai negeri, dan
orang-orang dari berbagai kelompok profesi. Jawa Hokokai merupakan pelaksana
utama usaha pengerahan barang-barang dan padi. Pada tahun 1945, semua kegiatan
pemerintah dalam bidang pergerakan dilaksanakan oleh Jawa Hokokai sehingga
organisasi ini harus melaksanakan tugas dengan nyata dan menjadi alat bagi
kepentingan Jepang. Konsep dan Aktualita Jawa Hokokai merupakan organisasi
sentral yang anggota-anggotanya terdiri atas bermacam-macam hokokai sesuai
dengan bidang profesinya. Guru-guru bergabung dalam wadah Kyoiku Hokokai
(Kebaktian para Pendidik) dan para dokter bergabung dalam wadah Izi Hokokai
(Kebaktian para Dokter). Selain itu,
Jawa Hokokai juga mempunyai anggota-anggota istimewa yang terdiri dari Fujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan), Boei Engokai (Tata Usaha Pembantu Prajurit Peta dan Heiko), serta hokokai perusahaan.
Jawa Hokokai juga mempunyai anggota-anggota istimewa yang terdiri dari Fujinkai (Organisasi Wanita), Keimin Bunka Shidosho (Pusat Kebudayaan), Boei Engokai (Tata Usaha Pembantu Prajurit Peta dan Heiko), serta hokokai perusahaan.
4)
Cuo Sangi In
(Badan Pertimbangan Pusat)
Ketika pemerintahan Jepang berada di tangan Perdana
Menteri Toyo, Jepang pernah memberi janji merdeka kepada Filipina dan Burma,
namun tidak melakukan hal yang sama kepada Indonesia. Oleh karena itu, kaum
nasionalis Indonesia protes. Menanggapi protes tersebut, PM Toyo lalu membuat
kebijakan berikut.
a)
Pembentukan
Dewan Pertimbangan Pusat (Cuo Sangi In).
b)
Pembentukan
Dewan Pertimbangan Karesidenan (Shu Sangi Kai) atau daerah.
c)
Tokoh-tokoh
Indonesia diangkat menjadi penasihat berbagai departemen.
d)
Pengangkatan
orang Indonesia ke dalam pemerintahan dan organisasi resmi lainnya.
Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, pada
tanggal 5 September 1943, Kumakichi Harada mengeluarkan Osamu Serei No. 36 dan
37 Tahun 1943 tentang pembentukan Cuo Sangi In dan Shu Sangi Kai. Cuo Sangi In
yang berada di bawah pengawasan Saiko Shikikan (Pemerintahan Tentara Keenambelas)
bertugas menjawab pertanyaan Saiko Shikikan dalam hal politik dan pemerintah.
Cuo Sangi In juga berhak mengajukan usul kepada Saiko Shikikan. Rapat-rapat Cuo
Sangi In mem- bahas pengembangan pemerintah militer, mempertinggi derajat
rakyat, penanganan pendidikan dan penerangan, masalah ekonomi dan industri,
kemakmuran dan bantuan sosial, serta kesehatan. Keanggotaan Cuo Sangi In
terdiri atas 43 orang, yaitu 23 orang diangkat oleh Saiko Shikikan, 18 orang
dipilih oleh anggota Shu Sangi Kai, dan dua orang anggota yang diusulkan dari
daerah Surakarta dan Yogyakarta. Anggota Cuo Sangi In dilantik pada tanggal 17
Oktober 1943 dengan ketua Ir. Soerkarno, serta wakilnya dua orang, yaitu M.A.A.
Kusumo Utoyo dan Dr. Boentaran Martoatmodjo. Cuo Sangi In dibentuk dengan
tujuan agar ada perwakilan, baik bagi pihak Jepang maupun pihak Indonesia.
Namun, agar tidak dimanfaatkan untuk perjuangan bangsa Indonesia, Cuo Sangi In
mendapat pengawasan ketat dari pemerintah Jepang. Dilihat dari segi perjuangan
bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaan, keberadaan Cuo Sangi In memang
tidak berarti banyak. Akan tetapi, keberadaan lembaga ini berguna bagi
pertambahan wawasan pengalaman kaum nasionalis Indonesia.
5)
Majelis
Islam A'laa Indonesia (MIAI)
MIAI merupakan organisasi yang berdiri pada masa
penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1937 di Surabaya. Pendirinya adalah K.
H. Mas Mansyur dan kawan-kawan.
Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang sebab merupakan gerakan anti-Barat dan hanya bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja. Meskipun demikian, pengaruhnya yang besar menyebabkan Jepang merasa perlu untuk membatasi ruang gerak MIAI. Inskripsi
Setelah penyikapan selama beberapa waktu terhadap perkembangan MIAI, Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan bagi pendudukan Jepang di Indonesia. Oleh karena itu, Jepang mengizinkan berdirinya dua organisasi besar Islam yang lain, yaitu Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini berdiri pada bulan September 1943 dengan kegiatan berpusat pada kerohanian dan sosial. Pada awal pendudukan, Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama yang dipimpin oleh Kolonel Horie. Ia mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, Horie meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan- kegiatan yang bersifat politik. Permintaan ini disetujui oleh peserta pertemuan tersebut yang kemudian membuat pernyataan sikap di akhir pertemuan. Pada akhir Desember 1942, hasil pertemuan di Surabaya itu ditingkatkan dengan mengundang 32 orang kiai di seluruh Jawa Timur untuk menghadap Letnan Jenderal Imamura dan Gunseikan, Mayor Jenderal Okasaki. Dalam pertemuan tersebut, Gunseikan menyatakan bahwa Jepang akan tetap menghargai Islam dan akan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan. Pemerintah militer Jepang memilih MIAI sebagai satu-satunya wadah bagi organisasi gabungan golongan Islam. Akan tetapi, organisasi ini baru diakui oleh Jepang setelah mengubah anggaran dasarnya, khususnya mengenai asas dan tujuannya. Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan kalimat: "... turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon." Sebagai organisasi tunggal golongan Islam, MIAI mendapat simpati yang luar biasa dari kalangan umat Islam sehingga organisasi ini berkembang semakin maju. Melihat perkembangan ini, Jepang mulai merasa curiga. Tokoh-tokoh MIAI di berbagai daerah mulai diawasi. Untuk mengantisipasi agar gerakan para pemuka agama Islam tidak
menjurus pada kegiatan yang berbahaya bagi Jepang, diadakan pelatihan para kiai. Para kiai yang menjadi peserta pelatihan tersebut dipilih berdasarkan syarat-syarat memiliki pengaruh yang luas di lingkungannya dan mempunyai watak yang baik. Pelatihan tersebut berlangsung di Balai Urusan Agama di Jakarta selama satu bulan. Namun, keterbatasan kegiatan MIAI justru dirasakan kurang memuaskan bagi Jepang sendiri. Pada bulan Oktober 1943, MIAI secara resmi dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru, yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Organisasi ini disahkan oleh Gunseikan pada tanggal 22 November 1943. Susunan kepengurusan Masyumi adalah ketua pengurus besar dipegang oleh K.H. Hasyim Asy'ari, wakil dari Muhammadiyah adalah K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Ma'ruf, K.H. Mukti, K.H. Hasyim, dan Kartosudarmo. Adapun wakil dari NU adalah K.H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H. Mochtar.
Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang sebab merupakan gerakan anti-Barat dan hanya bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja. Meskipun demikian, pengaruhnya yang besar menyebabkan Jepang merasa perlu untuk membatasi ruang gerak MIAI. Inskripsi
Setelah penyikapan selama beberapa waktu terhadap perkembangan MIAI, Jepang berkesimpulan bahwa para kiai tidak membahayakan bagi pendudukan Jepang di Indonesia. Oleh karena itu, Jepang mengizinkan berdirinya dua organisasi besar Islam yang lain, yaitu Nahdhatul Ulama dan Muhammadiyah. Kedua organisasi ini berdiri pada bulan September 1943 dengan kegiatan berpusat pada kerohanian dan sosial. Pada awal pendudukan, Jepang membentuk Bagian Pengajaran dan Agama yang dipimpin oleh Kolonel Horie. Ia mengadakan pertemuan dengan sejumlah pemuka agama di Surabaya. Dalam pertemuan tersebut, Horie meminta agar umat Islam tidak melakukan kegiatan- kegiatan yang bersifat politik. Permintaan ini disetujui oleh peserta pertemuan tersebut yang kemudian membuat pernyataan sikap di akhir pertemuan. Pada akhir Desember 1942, hasil pertemuan di Surabaya itu ditingkatkan dengan mengundang 32 orang kiai di seluruh Jawa Timur untuk menghadap Letnan Jenderal Imamura dan Gunseikan, Mayor Jenderal Okasaki. Dalam pertemuan tersebut, Gunseikan menyatakan bahwa Jepang akan tetap menghargai Islam dan akan mengikutsertakan golongan Islam dalam pemerintahan. Pemerintah militer Jepang memilih MIAI sebagai satu-satunya wadah bagi organisasi gabungan golongan Islam. Akan tetapi, organisasi ini baru diakui oleh Jepang setelah mengubah anggaran dasarnya, khususnya mengenai asas dan tujuannya. Pada asas dan tujuan MIAI ditambahkan kalimat: "... turut bekerja dengan sekuat tenaga dalam pekerjaan membangun masyarakat baru untuk mencapai kemakmuran bersama di lingkungan Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon." Sebagai organisasi tunggal golongan Islam, MIAI mendapat simpati yang luar biasa dari kalangan umat Islam sehingga organisasi ini berkembang semakin maju. Melihat perkembangan ini, Jepang mulai merasa curiga. Tokoh-tokoh MIAI di berbagai daerah mulai diawasi. Untuk mengantisipasi agar gerakan para pemuka agama Islam tidak
menjurus pada kegiatan yang berbahaya bagi Jepang, diadakan pelatihan para kiai. Para kiai yang menjadi peserta pelatihan tersebut dipilih berdasarkan syarat-syarat memiliki pengaruh yang luas di lingkungannya dan mempunyai watak yang baik. Pelatihan tersebut berlangsung di Balai Urusan Agama di Jakarta selama satu bulan. Namun, keterbatasan kegiatan MIAI justru dirasakan kurang memuaskan bagi Jepang sendiri. Pada bulan Oktober 1943, MIAI secara resmi dibubarkan dan diganti dengan organisasi baru, yaitu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi). Organisasi ini disahkan oleh Gunseikan pada tanggal 22 November 1943. Susunan kepengurusan Masyumi adalah ketua pengurus besar dipegang oleh K.H. Hasyim Asy'ari, wakil dari Muhammadiyah adalah K.H. Mas Mansur, K.H. Farid Ma'ruf, K.H. Mukti, K.H. Hasyim, dan Kartosudarmo. Adapun wakil dari NU adalah K.H. Nachrowi, Zainul Arifin, dan K.H. Mochtar.
d.
Reaksi Kaum
Pergerakan Nasional terhadap Jepang
Kaum pergerakan dan kaum intelek nasional
akhirnya sadar bahwa Jepang ternyata jauh lebih berbahaya bagi bangsa Indonesia
karena kekejaman dan penindasannya terhadap rakyat. Sejak awal tahun 1944, rasa
simpati terhadap Jepang mulai hilang dan berganti dengan kebencian. Muncullah
gerakan-gerakan perlawanan terhadap Jepang, seperti Gerakan 3A, Putera, dan Peta.
Salah satu contoh pemberontakan bangsa Indonesia yang terbesar terhadap Jepang
adalah pemberontakan Peta Blitar tanggal 4 Februari 1945. Pemberontakan yang
dipimpin Supriyadi ini sangat mengejutkan Jepang. Banyak tentara Jepang yang
terbunuh. Untuk menghadapinya, Jepang mengepung kedudukan Supriyadi. Terjadilah
tembak menembak yang membawa banyak korban bagi kedua belah pihak. Dalam
pertempuran tersebut, Supriyadi menghilang. Peristiwa ini diabadikan sebagai
hari Peta. Setelah perlawanan tersebut, muncul perlawanan-perlawanan lainnya
dari berbagai daerah, seperti perlawanan rakyat Aceh dan perlawanan rakyat Sukamanah,
Tasikmalaya. Adapun dari kalangan
intelektual, muncul organisasi-organisasi bawah tanah yang menyebarluaskan
pandangan anti-Jepang. Mereka menanamkan bahwa bagaimanapun, Jepang tetap
adalah juga penjajah seperti halnya Belanda. Bangsa Indonesia menurut mereka,
hanya akan sejahtera jika telah sepenuhnya merdeka. Tokoh gerakan ini adalah
Sjahrir dan Amir Sjarifuddin.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1.
Di
indonesia telah timbul pergerakan rakyat yang pada umumnya mendapat sifat
pergerakan persatuan dan kemerdekaan indonesia yang tegas, tidak dengan
ragu-ragu.Pada akhirnya terbentuklah perpusatan-perpusatan yang menunjukan
bahwa tidak saja dalam hal rohani tercapai kemajuan besar, akan tetap juga
dalam bentuknya pergerakan ini kemajuan besar tidak boleh disangkal. Ditambah
semakin melemahnya kekuatan Belanda di Indonesia.
2.
Pada
tanggal 8 desember 1941 waktu Jepang (7 Desember 1941 waktu Amerika) Angkatan
Perang Kerajaan dari Nippon atau Jepang secara mendadak menyerang Pearl Harbour
di Kepulauan Hawai, yang pada waktu itu menjadi pusat kekuatan Angkatan Laut
Amerika Serikat untuk kawasan Samudra Pasifik. Serangan tersebut dipimpin oleh
Laksamana Isoroku Yamamoto (1884-1943) itu membuka tabir peperangan baru di
kawasan Asia Timur dan kawasan Samudra Pasifik. Hindia Belanda segera terlibat
di dalam peperangan yang dashyat itu. Dalam waktu yang sangat singkat Angkatan
Perang Jepang telah dapat merebut dan menduduki hampir seluruh wilayah Asia
Timur dan Asia Tenggara. Tanggal 8 Maret 1942 Letnan Jendral H.Ter Poorten
selaku Panglima Angkatan Perang Hindia Belanda dan atas nama Angkatan Perang
Sekutu di Indonesia mengumumkan pernyataan menyerah tanpa syarat kepada
Angkatan Perang Jepang yang dipimpin oleh Letnan Hitoshi Imamura. Penyerahan
tentara belanda berlangsung di Kalijati,
Jawa Barat, yang dihadiri pula oleh Gubernur JendralHindia Belanda Tjarda van
Starkenborgh Stachouwer. Maka berakhirlah pemerintahan penjajahan bangsa
Belanda di Indonesia digantikan oleh pendudukan bangsa Jepang.
3.
Mula-mula
kedatangan tentara Jepang disambut dengan gembira dan diterima dengan tangan
terbuka oleh rakyat Indonesia yang merindukan kemerdekaan tanah airnya. Namun tujuan
utamanya yaitu karena Indonesia memiliki banyak sumber bahan mentah yang
diperlukan tentara Jepang untuk menopang usaha perangnya. Seperti minyak bumi,
timah, nikel, batu bata, dan sebagainya. Dan Minyak Bumi merupakan salah satu
factor pendorong yang kuat bagi Jepang untuk melancarkan Perang Pasifik atau
perang Asia Timur Raya. Selain itu, Jepang juga memerluakan bahan-bahan pangan
dan tenaga-tenaga manusia seperti heiho
(pembantu prajurit), keibidan (pembantu polisi), seinendan (berisan pemuda)
dan lain-lain. Pembentukan Jawa Kiodo Bo Ei Giyugun atau pasukan suka rela
pembela tanah Jawa yang kemudian lebih di kenal sebagai tentara Pembela Tanah Air, di singkat Peta.
Sesungguhnya disini telah bertemu dua kepentingan yang searah jalannya. Jepang
sangat membutuhkan tenaga bangsa Indonesia untuk membantu tentara Jepang mempertahankan Indonesia dari serangan
sekutu. Sedangkan pihak Indonesia membutuhkan tenaga-tenaga yang terampil di
bidang kemiliteran yang kelak dapat dipergunakan untuk merebut dan
mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
4.
Kedatangan
tentara Jepang ke Indonesia tidak dengan maksud yang jujur, dan ikhlas
membebaskan rakyat Indonesia dari belenggu penjajahan. Tentara Jepang datang ke
Indonesia denga niat yang penuh angkara murka, yaitu menduduki, dan menjajah
indonesia. Salah satu dampak datangnya Jepang pada waktu itu adalah adanya
larangan lagu kebangsaan Indonesia Raya di kumandangkan di udara. Jepang
membeli hasil bumi rakyat Indonesia secara paksa. Rakyat Indonesia tidak hanya
kekurangan pangan, bahan sandang pun pada waktu yang sama tidak terpenuhi.
Penderitaan rakyat Indonesia semakin jelas dengan adanya Romusha.
5.
Organisasi
pergerakan pada zaman jepang
Selama masa pendudukan Jepang, bangsa Indonesia
dilarang membentuk organisasi sendiri. Akan tetapi, Jepang sendiri membentuk
organisasi-organisasi bagi rakyat Indonesia dengan maksud dipersiapkan untuk
membantu Jepang. Organisasi-organisasi ini pada akhirnya berbalik melawan
Jepang.
a)
Gerakan Tiga
A
Gerakan Tiga A merupakan organisasi propaganda untuk
kepentingan perang Jepang.Organisasi ini berdiri pada bulan April 1942. Pimpinannya
adalah Mr. Sjamsuddin.
b)
Putera
(Pusat Tenaga Rakyat)
Pada tanggal 9 Maret 1943, diumumkan lahirnya
gerakan baru yang disebut Pusat tenaga Rakyat atau Putera. Pemimpinnya adalah
empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno,Moh. Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Mas
Mansyur. Tujuan Putera menurut versi Ir. Soekarno adalah untuk membangun dan
menghidupkan segala sesuatu yang telah dirobohkan oleh imperialisme Belanda.
Adapun tujuan bagi Jepang adalah untuk memusatkan segala potensi masyarakat
Indonesia dalam rangka membantu usaha perangnya
c)
Himpunan
Kebaktian Rakyat Jawa (Jawa Hokokai)
Jepang mendirikan Jawa Hokokai pada tanggal 1
Januari 1944. Organisasi ini
diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang.
diperintah langsung oleh kepala pemerintahan militer Jepang (Gunseikan). Latar belakang dibentuknya Jawa Hokokai adalah Jepang menyadari bahwa Putera lebih bermanfaat bagi pihak Indonesia daripada bagi pihak Jepang.
d)
Cuo Sangi In
(Badan Pertimbangan Pusat)
e)
Majelis
Islam A'laa Indonesia (MIAI)
MIAI merupakan organisasi yang berdiri pada masa
penjajahan Belanda, tepatnya pada tahun 1937 di Surabaya. Pendirinya adalah K.
H. Mas Mansyur dan kawan-kawan.
Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang sebab merupakan gerakan anti-Barat dan hanya bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja.
Organisasi ini tetap diizinkan berdiri pada masa pendudukan Jepang sebab merupakan gerakan anti-Barat dan hanya bergerak dalam bidang amal (sebagai baitulmal) serta penyelenggaraan hari-hari besar Islam saja.